Perkembangan kendaraan listrik harus dibarengi dengan ketersediaan bahan baku, termasuk nikel yang digunakan untuk baterai mobil listrik. Dalam hal ini Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pemain utama dalam hal bahan baku.
Bukan tanpa alasan, Indonesia memiliki cadangan nikel yang cukup besar. Dari data yang ada potensi Nikel Indonesia mencapai 17,7 miliar ton bijih dan 177,8 juta ton logam, dengan cadangan 5,2 miliar ton bijih dan 57 juta ton logam.
Hal tersebut berdasarkan salinan berdasarkan salinan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Kepmen ESDM) Nomor 301.K/MB.01/MEM.B/2022 tentang Rencana Pengelolaan Mineral dan Batu Bara Nasional tahun 2022 - 2027.
"Kita bahan baku baterai, seperti koblat, mangan hanya ada satu yang tidak ada yaitu Lithium. Tetapi dengan begitu masih ada beberapa bahan utama yang penting membuat Indonesia akan menjadi produsen terbesar," katanya, dikutip dari laman YouTube Universitas Paramadina.
Dengan melimpahnya bahan baku, Bahlil mengatakan Indonesia dilirik oleh beberapa perusahaan dunia, dengan tujuan investasi besar untuk memproduksi baterai yang memang menjadi komponen penting kendaraan listrik.
Terdapat beberapa perusahaan yang sudah menggelontorkan investasi besar, seperti LG asal Korea Selatan. Perusahaan tersebut sudah berinvestasi sebesar USD9,8 miliar dan akan mulai melakukan produksi di Karawang, Jawa Barat, pada tahun depan.
"Ada juga dari China yaitu CATL dari Jerman juga ada yaitu VW-BASF, dan Amerika yaitu Ford, mereka akan membangun dengan memakai green energi dan green industry," paparnya.
Jadi, dengan begitu tak menutup kemungkinan beberapa tahun mendatang akan lebih banyak populasi EV di dunia atau Indonesia, mengingat banyak perusahaan yang akan fokus mengembangkan baterai.