BUS-TRUCK – Selama periode mudik dan arus balik liburan Lebaran yang lalu, sebenarnya tingkat kecelakaan di jalan arteri maupun tol menurun.
Data Integrated Road Safety Management System Korlantas Polri, seperti dikutip dari Antara (12/4), menunjukkan jumlah kejadian ada penurunan 34,31 persen atau 4.640 kasus. Tahun lalu di masa yang sama telah terjadi 7.064 kecelakaan.
Namun begitu, kecelakaan yang melibatkan kendaraan angkutan umum masih terjadi dengan tingkat kerusakan tinggi. Seperti yang terjadi beberapa waktu lalu (8/4), di mana sebuah mikrobus yang pindah jalur mendadak, ditabrak sebuah big bus dari belakang.
Unggahan tersebut kami saksikan di saluran X dengan nama akun Om Paid dan dascam_owners_indonesia (11/4). Adapun kecelakaan terjadi di ruas tol Cipali Km. 144, sekitar pukul 05.51 WIB.
Seperti terlihat di unggahan tersebut, pengemudi mikrobus berusaha menghindari truk yang berada di lajur paling kiri. Namun karena tidak memperhatikan ada bus yang juga sedang melaju di lajur kedua, maka benturan keduanya tak bisa dihindari,
CEO Indonesia Defensive Driving Center (IDDC), Ir. Bintarto Agung, memberikan hasil pengamatannya, (14/4).
“Menurut saya driver dari bus ringan dalam keadaan lelah dan kaget melihat truk di depan mendekat dengan cepat. Sehingga langsung bermanuver menghindar tanpa melihat situasi lalu lintas di sekitar. Demikian juga pengemudi bus tidak menerapkan dasar berkendara yang aman (Defensive Driving), kurang antisipasi, kurang fokus, kurang waspada (secara terus menerus),” jabar Bintarto.
Pria yang menggawangi IDDC sejak tahun 1987 itu secara khusus menyebutkan pramudi mikrobus dalam kondisi gagal mempersepsikan kecepatan kendaraan di depannya.
Baca juga: Mengawali 2025: Laka Bus Rem Blong Minta Nyawa Lagi
Baca lagi: PO SAN: Mengemudi Bus Seharusnya Ada Sertifikasinya
Sejurus kemudian ia menekankan bahwa soal fokus dan konsentrasi dalam berkendara, saah satunya akan menciptakan cukup waktu untuk membuat keputusan yang tepat dalam bermanuver sekaligus antisipatif jika ada potensi halangan di hadapan pramudi. “Melakukan perlambatan, mengerem atau bermanuver,” seperti dicontohkan Bintarto lagi.
Hal tersebut serupa dengan pemikiran dari Sony Susmana, Training Director Safety Defensive Consultant Indonesia (SDCI).
“Yang paling relevan adalah mengeluarkan jurus defensive driving, hanya saja banyak pengemudi yang enggak sadar karena umumnya cara berkendaranya seperti berpacu dengan waktu alias buru-buru,” heran Sony sambil menyebutka bahwa hal itu membuat mereka juga sebenarya tidak waspada dengan risiko sebuah bahaya.
Dingatkan lagi oleh Sony, bahwa salah satu hal kuncian berkendara aman adalah mengemudi dengan memperhatikan jaga jarak aman.
“Karena dengan jarak yang benar, rentang laju saat mendekat sekitar 4 detik, maka pengemudi memiliki banyak ruang untuk mampu bereaksi, menyadari kemampuan rem kendaraannya dan memahami situasi dan kondisi lalu lintas,” pungkasnya.