OTODRIVER – Penjalanan liburan Lebaran tahun 2024 berbeda dibandingkan tahun sebelumnya, paling tidak untuk tahun ini adanya potensi pegerakan masyarakat sebanyak 193,6 juta orang. Angka itu berdasarkan riset dari Kementerian Perhubungan yang rilis awal tahun ini.
Bagi pengguna mobil pribadi, meski puncak kemacetan di jalan di berbagai daerah di Indonesia ‘sudah’ terlewati namun tetap harus selalu mewaspadai bahwa ada mobil pribadi yang angkanya diprediksi menyentuh angka 35,42 juta.
Karena wilayah potensi kemacetan baru yang kemudian muncul saat satu sampai dua hari menjelang Hari Raya Idul Fitri dan setidaknya tiga hari sesudahnya berada di area daerah tujuan mudik.
Situasi yang dimaksud bukan hanya saat perjalanan menuju kota tujuan saja, selam di kota tujuan serta perjalanan saat kembali ke kota asal menjadi ‘satu paket persiapan’.
Persiapan itu berhubungan dengan sosok pengemudi, dan penumpang. “Kemudian dari sisi kendaraan yang digunakan dalam perjalanan. Kondisi fisik pengemudi, sepintas terlihat sederhana, tapi perlu cukup waktu istirahat, karena perjalan berangkat, kemudian di daerah tujuan, hingga pulang ke kota asal bisa memakan waktu yang lebih panjang dibandingkan kegiatan mengemudi di hari biasa,” buka Catur saat dihubungi langsung (4/4).
Pengemudi yang kurang waktu istirahat, menurut Jusri Pulubuhu yang juga dihubungi langsung (5/4) akan langsung terlihat dalam perangainya saat mengemudi.
“Jika di pikiran pengemudi, sejak awal perjalanan penuh dengan kecemasan soal kemacetan, misalnya, itu memperbesar terganggunya sisi kognitif atau sisi logika, kontrol emosinya rentan terganggu,” wanti Jusri.
Jika sisi kognitif itu terganggu, sikap dalam berkendara bisa tidak teratur. “Paling mudah, kalau ada pengendara lain manuvernya kita anggap tidak pantas maka emosi kita gampang muncul. Padahal emosi yang mudah tersulut itu justru awal dari potensi kecelakaan. Perlu sikap di bawah sadar sejak awal perjalanan kalau kemacetan dan semua kondisi kurang teraturnya kondisi lalu lintas anggap saja bagian dari wisata ini,” saran Jusri merupakan pendiri dari Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC).
Penumpang juga harus ‘sepakat’ soal kondisi di jalan
Karena namanya perjalanan liburan, menurut Catur, membuat kondisi di perjalanan jadi nyaman bukan hanya ditujukan pada pengemudi. Penumpang juga butuh kesadaran setara soal menikmati perjalanan. Hal yang paling mudah, kadang terlihat sepele.
”Karena mudik biasanya membawa penumpang banyak, perlu diperhatikan manajemen barang bawaan. Barang-barang yang ‘mobilitas’-nya tinggi, jangan diletakkan di bagian bawah atau tempat yg susah diambil,” saran Catur yang juga penggiat kegiatan outdoor dan offroad di wilayah kota Bandung ini.
Tidak menata barang bawaan sesuai potensi kebutuhannya bisa mengganggu mood seisi mobil. Terlebih jika ada anak kecil di dalam kabin, kebutuhan mereka akan ‘printilan’ harus ditempatkan pada lokasi yang mudah dijangkau. Begitu juga dengan obat-obatan ringan.
“Perlu disikapi dan disepakati bersama bahwa semua kondisi saat di perjalanan, termasuk di kota tujuan, dan ketika nanti pulang memang sudah diperkirakan sebelumnya. Kalau ada anggota keluarga dalam perjalan yang tidak siap bisa jadi pemicu bagi yang lain untuk jadi bad mood,” pungkas Jusri kemudian. (EW)