Dalam pengumuman resmi terkait pemberian subsidi kendaraan listrik, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang mengatakan bahwa insentif ini hanya diberikan kepada 200 ribu unit motor listrik dan 35.900 unit mobil listrik dan 138 bus listrik. Namun, kenapa mobil hybrid tidak dapat subsidi?
"Mobil hybrid kenapa enggak? Fokus kita ini sekarang adalah untuk membangun percepatan pembangunan ekosistem EV (electric vehicle) di Indonesia. Mobil hybrid bukan masuk ekosistem. Ekosistemnya itu kan baterai ada nikel, itu yang mau kita dorong,” papar Agus saat ajang Gaikindo Jakarta Auto Week (GJAW) 2023, Jumat (10/3).
Percepatan pembangunan ekosistem kendaraan listrik diyakini dapat menarik minat investasi kendaraan listrik. Pemerintah sendiri telah melihat negara lain yang dianggap sebagai kompetitor untuk dijadikan sebagai benchmarking guna menciptakan regulasi mobil listrik yang kompetitif dari negara yang dicontoh tersebut.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB), Ahmad Safrudin menyebut seharusnya mobil hybrid dan kendaraan rendah emisi lainnya tetap mendapatkan insentif pembelian.
"Walau memang diakui tidak nol persen seperti kendaraan listrik murni atau Kendaraan Bermotor Berbasis Baterai (KBLBB), hybrid, plug-in hybrid (PHEV), selama kendaraan yang dijual bisa menekan emisi gas buang maka mereka harusnya mendapatkan insentif," ujar Ahmad dalam konfersi pers "Apa Efeknya pada Pengurangan Beban Pasokan BBM Nasional terutama beban “subsidi”? yang disiarkan melalu Zoom di Jakarta, Rabu (8/3).
Selain menuju era elektrifikasi, pemerintah mendorong kendaraan listrik untuk menekan angka polusi. Jika mengacu pada hal tersebut, berdasarkan data Kementerian ESDM, mobil hybrid rata-rata mengeluarkan emisi karbon 80 gram CO2/kilometer. Jumlah ini jauh lebih rendah dibanding mobil konvensional yang emisinya mencapai 240 gram CO2/kilometer.