Kebijakan pemerintah yang membolehkan sepeda jenis road bike melintas Jalan Layang Non Tol (JLNT) menjadi kontroversi. Banyak pihak menyatakan kebijakan ini diskriminatif dan berbahaya dari sisi keselamatan pengguna jalan.
Oleh karena itu pada Minggu (13/6), koalisi Bike2Work yang juga merupakan kelompok pengguna sepeda menggelar diskusi bertajuk Black Day. Kegiatan yang semula berupa demo dialihkan menjadi diskusi antara para stakeholder terkait keamanan, keselamatan, dan rasa keadilan JLNT.
Pencopotan ini sendiri sesuai dengan masa berlaku ujicoba JLNT khusus roadbike yang memang berakhir pada hari ini, sekaligus momentum agar seluruh stakeholder duduk bersama dan bisa mengevaluasi kebijakan ini -tentunya bersama pemerintah kota dan Dinas Perhubungan.
Dilansir Instagram Bike2Work, hasilnya kesepakatannya adalah:
Seluruh pihak memahami bahwa pesepeda balap memang membutuhkan ruang untuk berlatih/berolahraga sepeda, dan kebutuhan ini memang harus difasilitasi.
Aliansi B2W, Kopeka, KPBB dan RSA, mendorong adanya fasilitasi ini karena sifat minority urban (dalam hal ini pesepeda balap) yang wajib diakomodir pula kebutuhannya.
Meski demikian, pemerintah jangan mengabaikan faktor keselamatan, keamanan dan khususnya rasa keadilan, atau menabrak undang-undang atau peraturan yang telah ada.
Terkait rasa keadilan, maka Aliansi meminta agar peraturan daerah (Perda) terkait Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) bisa dimanfaatkan sebagai landasan hukum, menggantikan diskresi (yang sebenarnya diskresi ini menabrak aturan-aturan yang ada) di mana semua pihak memiliki hak menikmati HBKB -kecuali motor dan mobil, bahkan jika perlu areanya diperluas, dan jamnya lebih panjang.
Kemudian, dibuat zona kecepatan, misalnya kecepatan rendah dan tinggi. Sehingga ada ruang yang lebih aman, berkeselamatan, dan ada rasa keadilan yang diperkuat oleh peraturan (yang bukan diskresi). Di sini, pesepeda balap akan mendapatkan ruang yang didorong secara permanen.
Menyarankan pada pemangku kebijakan untuk mengeluarkan peraturan low speed zone di Jakarta, terutama area perumahan, sekolah, dan sebagainya, mengingat angka kematian di jalan raya tercatat 2 jiwa/jam. Jika diberlakukan, maka kendaraan bermotor mesti patuh pada aturan ini.