Saat mengembangkan bus listrik pada 2012 silam, pihak Kemenristek dan LIPI saat itu menggadang-gadang jika kendaraan ini punya banyak keunggulan ketimbang mesin diesel.
Mulai dari minimnya biaya operasional dan perawatan, hingga yang utama adalah bebas polusi udara. Lalu sejauh apa penghematan biaya yang dihasilkan oleh bus listrik?
Hal ini coba dijawab oleh Dr. Hari Setiapraja, ST, M. Eng., Kepala Balai BT2MP BPPT. Menurutnya secara biaya, bus listrik memang memiliki keunggulan dibanding versi diesel konvensional.
Hal ini dibuktikan dengan pengujian yang dilakukan BPPT pada bus listrik Mobil Anak Bangsa (MAB). Saat itu pengujian menembuh jarak 39 km dari kawasan MH Thamrin di Jakarta ke Serpong di Tangerang Selatan.
Saat dikomparasi bus bermesin diesel menghabiskan biaya Rp 100.425 untuk konsumsi BBM. Sedangkan bus listrik hanya butuh Rp 54.698 untuk biaya pengecasan. Di mana bus listrik ini butuh daya hingga 33,15 kWh.
Hal ini menurutnya juga didukung dengan hasil studi ITB (Institut Teknologi Bandung) yang juga turut menguji bus MAB. "Antara kendaraan listrik, dengan elektrifikasi bisa menurunkan biaya bahan bakar," kata Hari.
Bicara jarak tempuh, bus MAB dapat melakukan fast charger 3 jam mampu bergerak hingga 250 km. "Butuh daya 259 kWh untuk 250 km jika diperhatikan, lebih dari 1 kWh hanya untuk 1 km. Ini artinya semakin besar kendaraannya, makin besar kebutuhan listriknya."
Meski begitu, menurutnya masih banyak tantangan untuk operasional bus listrik ini di Indonesia. Mulai dari ketersediaan charging station dan pengolahan limbah baterai dan sistem recycle.