Isu lingkungan menjadi amunisi yang membuat mobil listrik dilirik oleh banyak pabrikan. Salah satu yang diprediksikan akan menjadi oase kedua di masa depan setelah Baterai Electric Vehicle (BEV) adalah Fuel Cell Electric Vehicle (FCEV).
Mobil ini dianggap mampu memberikan jawaban dari kekurangan besar dari BEV yakni waktu charging yang relatif panjang. Bahkan beberapa menyebutkan bahwa mobil ini merupakan masa depan mobil listrik.
Seperti dikutip dari afdc.energy.gov, hidrogen bertekanan yang disimpan di tangki khusus dialirkan dan direaksikan dengan oksigen dalam suatu wadah yang disebut sebagai fuel cell stack. Pada perangkat inilah terjadi proses terjadi reaksi kimia antara ion hidrogen dengan ion oksigen yang menghasilkan listrik, air dan panas.
Panas yang dihasilkan dari reaksi ini berkisar di 80 derajat Celsius, jauh lebih dingin jika dibandingkan dengan jenis motor bakar. Sehingga orang sering menyebutnya sebagai pembakaran dingin.
Listrik yang dihasilkan dari proses kemudian dialirkan ke motor listrik dan untuk baterai sebagai cadangan listrik kendaraan. Selain sebagai penyimpan listrik cadangan, baterai juga berfungsi untuk mensuport daya listrik saat mobil membutuhkan tenaga instans, semisal untuk berakselerasi.
Sumber charging baterai FCEV juga berasal dari system regenerative braking pada proses pengereman ataupun jalan kondisi menurun.
Sebuah FCEV menggunakan hidrogen sebagai bahan untuk membangkitkan daya dan proses pengisian hidrogen membutuhkan waktu yang singkat, kira-kira setara dengan waktu pengisian BBM pada mobil konvensional. Di sinilah keunggulan FCEV dibandingkan dengan BEV.
Namun demikian, FCEV punya beberapa kekurangan yang justru datang dari hidrogen sebagai bahan bakarnya. Tangki hidrogen yang digunakannya harus mampu menahan tekanan hingga 700 bar. Sebagai gambaran perbandingan, sebuah tabung LPG 12kg hanya mampu menahan tekanan hingga 31 bar. Tentunya ini membutuhkan tantangan engineering dan antipasi tersendiri, terlebih jika mobil mengalami impact atau kecelakaan.
Selain itu untuk mendapatkan hidrogen siap pakai dibutuhkan pengolahan yang membutuhkan energi besar dan dilakukan di kawasan pabrik pengolahan. Artinya butuh mobilisasi khusus untuk sampai ke stasiun pengisian. Dalam hal ini dibutuhkan perangkat khusus dan dukungan infrastuktur yang cukup serius.
Dikarenakan rangkaian pengolahan hidrogen dan proses lainnya itu, maka beberapa pihak menilai bahwa tingkat polusi FCEV setara dengan Plug-in Hybrid Electric Vehicle (PHEV).
Walau belum seheboh BEV, namun beberapa produsen mobil dunia sudah menjualnya. Honda dengan Clarity, Toyota dengan Mirai, Hyundai dengan Nexo menjadi sebagian contoh mobil FCEV yang saat ini dijajakan di dunia.