Transportasi massal, khususnya bus kota kian hari makin berkembang di Indonesia. Bukan hanya bus-bus bertipe high deck yang kerap diandalkan bus kota reguler, tapi juga ada armada lower deck.
Bus lower deck di Jakarta bisa ditemui pada armada Metrotrans. Tapi selain Jakarta, saat ini sederet kota di Indonesia juga memiliki armada bus lower deck. Seperti kota Surabaya yang memiliki bus lower deck yang dijuluki Suroboyo Bus. Terbaru, BRT Trans Semarang yang tengah mengujicoba bus lantai rendah ini, November lalu.
Lalu apa perbedaan antara bus lower deck dan high deck? Paling kentara tentu ada di ketinggian dek/lantai penumpangnya. Di mana bus lower deck memiliki ketinggian lantai sekitar 20 cm dan dapat diatur tinggi-rendahnya berkat penggunaan suspensi udara.
Bus tersebut memiliki panjang 12 meter, tinggi 3,5 meter dan lebar 2,5 meter. Kecuali tinggi, panjang dan lebar bus lower deck mirip dengan bus-bus Transjakarta umumnya yang berbasis Hino RK atau Mercedes-Benz 1626. Tapi kalah panjang dari bus tronton seperti Volvo B11R atau Scania K310IB yang panjangnya 13,5 meter.
Karena diperuntukkan sebagai penunjang penumpang difabel, bus ini juga dilengkapi area kursi roda, kursi prioritas, ramp kursi roda untuk akses keluar-masuk, tombol stop serta kamera CCTV. Fasilitas penunjang kursi roda ini, tak tersedia di bus biasa.
Saat ini, bus kota lower deck di Indonesia baru dipasok oleh dua merek. Yakni Scania dengan tipe K250UB dan Mercedes-Benz tipe 1726. Namun, beberapa merek bus sempat menghadirkan juga armada lower deck mereka. Seperti MAN tipe A69 atau Tata Starbus dan Volvo B8RLE yang sempat menyambangi pameran-pameran di Indonesia.
Di luar merek-merek di atas, yang masih mengandalkan sumber tenaga mesin diesel, di Indonesia juga sudah ada bus lower deck bermotor listrik. Di antaranya dari brand lokal Mobil Anak Bangsa. Serta brand asal Tiongkok, BYD yang saat ini tengah diujicoba di Monas.