Saat ini, mobil listrik dengan ciri khas garis biru di pelat nomornya dapat dengan bebas beroperasi baik di tanggal ganjil maupun di tanggal genap di jalanan Jakarta.
Hal itu, dilakukan pemerintah kerna memberikan beragam insentif untuk mengembangkan ekosistem mobil listrik di Indonesia. Ada insentif berbasis fiskal maupun non-fiskal. Salah satu contoh insentif non-fiskal, adalah pembebasan dari pembatasan kendaraan berbasis nomor pelat ganjil-genap di jalan. Namun, hal ini dicap diskriminatif bagi mobil hybrid.
Dari sisi pajak pun, kendaraan hybrid akan mendapatkan pajak yang lebih mahal dibandingkan sebelumnya. Sementara untuk kendaraan berjenis listrik murni berbasis baterai (BEV) dan Fuel Cell (FCEV) tetap mendapatkan pajak 0 persen.
Adapun seluruh revisi aturannya sebagai berikut:
- Pasal 26, ada kenaikan kenaikan dari PPnBM 15% dengan DPP 13 1/3%, menjadi PPnBM 15 persen dengan DPP 40% dari harga jual, untuk mobil berikut:
- Mobil hybrid bensin dengan konsumsi BBM di atas 23 km/liter atau tingkat emisi CO2 kurang dari 100 g/km
- Mobil hybrid diesel konsumsi BBM di atas 26 km/liter atau tingkat emisi CO2 kurang dari 100 g/km.
- Pasal 27, ada kenaikan kenaikan dari PPnBM 15% dengan DPP 33 1/3%, menjadi PPnBM 15 persen dengan DPP 46 2/3% dari harga jual, untuk mobil berikut:
Mobil hybrid bensin dengan konsumsi BBM di atas 18,4 km/liter atau tingkat emisi CO2 kurang dari 100-125 g/km.
Mobil hybrid diesel konsumsi BBM di atas 20-26 km/liter atau tingkat emisi CO2 kurang dari 100-125 g/km.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah akan mengenakan pajak kendaraan bermotor yang menghasilkan karbondioksida atau CO2 lebih sedikit, akan lebih rendah tarif PPnBM-nya.
"Jadi, semakin sedikit Anda memiliki kendaraan dengan emisi rendah, maka semakin sedikit pajak yang anda harus bayarkan untuk kendaraan Anda," kata Sri Mulyani dalam acara Bloomberg CEO Forum, Jumat (11/11).