Selain Ioniq Electric dan Kona Electric yang dijual di Indonesia, Hyundai sebenarnya punya produk hybrid dan plug-in hybrid. Sebut saja Santa Fe juga Ioniq. Namun teknologi itu tak akan hadir di Indonesia.
Seperti ditegaskan Tae-Uhn Kim, Vice President, Business Strategy Planning, Hyundai Motor Company perhelatan “The Economist Indonesia Summit - Towards a Sustainable Recovery” pekan ini.
Dirinya menjelaskan bahwa mobilitas yang ramah lingkungan, terutama mobil listrik atau Battery Electric Vehicle (BEV) akan memainkan peran penting dalam mengatasi masalah polusi udara di Indonesia dan memulihkan pertumbuhan ekonomi setelah pandemi COVID-19.
Namun, jenis kendaraan tersebut memiliki peran utama sebagai titik transisi akan adopsi kendaraan listrik secara penuh. Di mana HEV dan PHEV memang berkontribusi untuk mengurangi polutan, namun ketergantungannya pada bahan bakar fosil tetap cukup tinggi.
Bahkan menurutnya kapasitas baterai mereka hanya 1-2% dari BEV dan sebagian besar masih bermesin diesel atau berbahan bakar bensin. "Menggunakan 'EV' di akhir nama mereka tidak berarti mereka EV murni; mereka masih lebih dekat dengan kendaraan berbasis bahan bakar fosil,” kata Kim.
Sebagai perbandingan, Kim menunjukkan bahwa Belanda dan India pernah mendukung HEV dan PHEV sebagai langkah perantara. Namun, kedua negara tersebut tidak lagi menempuh jalur ini dan telah beralih ke kebijakan khusus BEV.
Kim turut menjelaskan bahwa pemerintah perlu menetapkan kebijakan yang tepat sejak awal karena pada saat pemerintah memberlakukan kebijakan tertentu, maka akan menimbulkan suatu ketergantungan.
“Saya pikir kebijakan yang aktif akan bekerja lebih baik dibandingkan dengan kebijakan yang diterapkan selangkah demi selangkah. Mempertimbangkan hal tersebut, saya merasa Indonesia perlu merancang kebijakan yang dapat mendorong adopsi BEV secara lebih luas,” tutupnya.