Di Minggu pertama Januari 2024 sejumlah kecelakaan di jalan tol Trans Jawa terjadi dengan dugaan ada pengemudi yang kurang piawai dalam memantau laju kendaraannya. Terlebih yang menjadi ‘tersangka’ adalah kendaraan dimensi besar alias bus.
Tentu bukan hanya sekali dua kali terjadi tabrak belakang oleh bus, maupun truk, tentu menggelitik benak karena dengan visibilitas paling tinggi sepatutnya sang pengemudi punya panduan lebih baik soal kondisi di depan kendaraan yang sedang dikemudikannya. Bukan malah sebaliknya hingga kemudian terjadi benturan dari belakang.
Catur Wibowo dari DSTC Defensive & Safety Driving Consulting, menjelaskan soal awalan yang sepatutnya dilakukan semua pengemudi. Terutama kendaraan dimensi besar. “Pertama. sebelum mengemudi, semua driver harus mengenal kendaraan yang akan dikemudikan. Mulai dari model, jenis dan dimensinya,” buka Catur.
Setelah dua tahapan di atas dilakukan maka proses selanjutnya yaitu soal cara mengemudi. Catur yang juga instruktur keselamatan berkendara di area pertambangan itu menyebut panduan berdasarkan “Smith System”.
Baca juga: Minyak Rem: Sederhana Tapi Mematikan Kalau Terabaikan
Baca juga: Supir Mengantuk, Bahaya Yang Mengintai Selain Rem Blong, Cara Ini Bisa Mencegahnya
Ada lima patokan kuncian,”Pertama, bagaimana pandangan ke arah depan, yang kedua adalah perlunya dapatkan gambaran luas atau visibilitas paling ideal, ketiga yaitu ‘aktifkan’ mata atau perlu ada kewaspadaan tinggi, keempat harus bisa menciptakan atau cari tahu ‘ jalan keluar’ kalau ada handicap, dan yang terakhir selalu pastikan posisi kendaraan yang dikemudikan bisa terlihat dan pengemudi bisa melihat posisi kendaraan lain.”
Tentu saja untuk mendapatkan gambaran luas ke depan juga perlu memastikan jarak aman antar kendaraann. Dilanjutkan lagi bahwa kecepatan laju kendaraan yang sesuai rambu, sesuai dimensi kendaraan, karena semakin cepat kendaraan, daya pandang akan semakin sempit.
“Artinya Anda tidak akan bisa menciptakan jalan keluar juga mennghadapi handicap yang tidak bisa diatasi. sehingga potensi kecelakaan akan lebih besar,” jabar pria yang juga penggiat berkendara offroad ini.
Nah, kemudian bagi kendaraan yang dimensinya lebih kecil juga tidak kalah ketat prasyarat kemanan berkendaranya, termasuk di jalur bebas hambatan. “Yang harus terus diperhatikan adalah bisa melihat dan terlihat atas posisi pengemudi terhadap kendaraan lain dan oleh pengendara yang lain,” pasti pria yang tinggal di Bandung, Jawa Barat itu.
Tak lupa juga, alat komunikasi di kendaraan seperti lampu utama, lampu rem, maupun lampu sein dipastikan juga dalam kondisi berfungsi dengan baik.
Saat ditanya perihal pemikiran soal ‘jam terbang’ yang dianggap tinggi sehingga rangkaian panduan di atas acap diremehkan, Catur mennegaskan bahwa sejujurnya kompetensi mengemudi tidak bisa ditakar dari soal ‘senioritas’ atau rentang waktu sebagai pengemudi. “Tapi dilihat dari attitude dan skill assasement, pengalaman bisa menjadi point tambahan, tapi bukan jadi kunci utama,” tegasnya.
Kalau begitu apakah ada rentang waktu tertentu untuk verifikasi ulang atas kemanpuan berkendara yang baik dan aman? Diterangkanlagi oleh Catur, rentang waktu itu adalah satu tahun. “Jika dalam periode tersebut ada yang masa ‘gagal’ uji kompentesi maka pengemudi tersebut tidak boleh mengemudi sampai semuanya bisa tahapan pengujian bagi yang bersangkutan bisa lulus semua,” wantinya.
Seorang pengemudi yang bernaung di sebuah perusahaan seharusnya aling lama tiga tahun sekali perlu mendapatkan pelatihan ulang atas keterampilannya dalam mengemudi.
Baca juga: Hino Gelar Korlantas Driver Trainer Contest
Baca juga: Rem Blong : Sistem Masih Tetap Bekerja, Namun Kampas Rem Licin Seperti Kaca