OTODRIVER - Saat energi listrik tengah digencarkan sebagai pengganti Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk pengerak kendaraan, mucul sebuah pengembangan baru dengan energi hidrogen. Di Indonesai hal ini sudah dimulai PT Pertamina (Persero) dan PLN yang baru-baru ini menghadirkan SPBU hidrogen atau yang punya nama resmi hydrogen refueling Station (HRS).
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan pembangunan SPBH tersebut merupakan suatu milestone penting dalam mendukung program mencapai target net zero emission (NZE) 2060.
"Hidrogen ini bisa dari berbagai sumber kami, bisa dari sumber gas, jadi itu ada grey dan blue dan juga ada green itu dari geothermal-nya Pertamina dan fasilitas PLTS Pertamina. Jadi, sumber hidrogen ini bisa dari gas dan juga dari geothermal, dari PLTS," ujar Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati saat acara "Groundbreaking Pertamina Hydrogen Refueling Station bebera waktu lalu.
"Kalau kita bandingkan dengan fuel itu hanya sepertiga biaya fuelnya dalam bentuk hidrogen. Jadi lebih efisien, lebih cepat dan mungkin kalau hanya ke kantor-rumah sebulan sekali isi 3 menit saja," papar Nicke
Selain itu, PLN melalui subholding PLN Indonesia Power, siap mengoperasikan stasiun pengisian hidrogen atau hydrogen refueling station (HRS) pertama di Indonesia yang berlokasi di Senayan, Jakarta yang siap melayani segala jenis kendaraan berbasis hidrogen dari kendaraan pribadi, kendaraan umum hingga kendaraan berat.
Berdasarkan perhitungan PLN, bahan bakar green hydrogren yang dihasilkan dari sisa operasional pembangkit sangat kompetitif jika dibandingkan dengan BBM. Perbandingannya, per 1 kilometer (km) mobil BBM membutuhkan biaya Rp1.400. Sedangkan mobil listrik Rp370 per km dan mobil hidrogen hanya Rp 350 per km.
"Sehingga transisi energi ini tidak hanya untuk mengurangi penggunaan energi beremisi tinggi di sektor transportasi, tetapi sekaligus beralih ke energi yang ramah lingkungan, bahkan nol emisi, dan tentu dengan harga yang jauh lebih murah," ujarnya
Namun dibalik murahnya bahan bakar hidrogen, ada satu kendala yang menghambat yaitu masih jarang kendaraan yang mengaplikasikan energi ini, sehingga harganya pun tergolong mahal. Saat ini Toyota memiliki Toyota Mirai dengan kisaran harga 7 juta yen atau sekitar Rp 736 juta, yang di mana bisa lebih mahal jika masuk ke Indonesia.
Masalah lain yang harus diatasi adalah penyimpanan dan distribusi hidrogen dari pabrik produksi ke stasiun pengisian yang harus efisien dan aman, karena harus disimpan dalam tekanan tinggi atau dalam bentuk cair. Faktor tambahan lain juga tentang keselamatan, dimana hidrogen adalah zat yang sangat mudah terbakar dan sulit untuk dikendalikan jika terjadi kebocoran atau kebakaran. (GIN)