Karena kualitas udara di DKI Jakarta yang kian memburuk dan jumlah peningkatan kendaraan bermotor yang semakin tinggi, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengeluarkan Instruksi Gubernur (Ingub) Nomor 66 Tahun 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara.
Dalam ingub ini, Anies memberi perhatian khusus untuk bisa menekan emisi. Namun pada poin pertama, Anies meminta tak ada lagi mobil berusia di atas 10 tahun dan tidak lulus uji emisi untuk beroperasi.
Jika melihat kebijakan yang akan diterapkan ini, maka Jakarta bisa belajar banyak dari kebijakan yang sudah diterapkan di negara tetangga, sebut saja Singapura.
Di Negeri Singa tersebut, pembeli mobil harus membayar sebuah sertifikat kepemilikan (Certificate Of Entitlement/COE) yang berlaku selama 10 tahun. Harganya juga tidak main-main, mulai dari 74.690 sampai 78.712 dolar Singapura atau setara Rp 732 juta-Rp 771,4 juta. Setelah masa berlaku COE habis, pemilik mobil diberi pilihan untuk memperpanjang masa berlakunya selama 5 hingga 10 tahun lagi.
Kemudian, untuk memperpanjang COE, pemilik harus melakukan uji kelaikan. Jika tidak lolos, maka mobil harus dihancurkan. Sejatinya peraturan tersebut membuat tidak ada pembatasan usia mobil di Singapura, selama lolos uji kelaikan perpanjangan COE. Hal ini yang membuat mobil tahun 60-80an pun masih bisa ditemui di jalanan selama lolos tes kelaikan.
Selain itu, salah satu aturan yang sukses diterapkan di Singapura sejak 1998 adalah dianutnya sistem Electronic Road Pricing (ERP). Dengan adanya kawasanjalan raya berbayar, penduduk tidak bisa sembarangan melintas, dan hal tersebut membuat sebagian penduduk akan memilih menggunakan transportasi publik ke kawasan tersebut.
Kemudian, pemerintah Singapura juga membatasi kepemilikan kendaraan bermotor pribadi dengan menerapkan sistem kuota kendaraan, antara lain mengatur pertumbuhan populasi kendaraan yang disesuaikan dengan kemampuan daya tampung jaringan jalan.
Tapi rasanya semua peraturan tersebut tidak bisa diadopsi bulat-bulat untuk Jakarta. Pasalnya jumlah kendaraan di Singapura tak sebanyak yang ada di Ibu Kota. Menurut Badan Pusat Statistik DKI Jakarta tahun 2017 saja, ada 13,9 juta kendaraan roda 2 dan 3,5 juta roda empat yang ada di Jakarta.
Dengan demikian, peraturan tersebut harus dipikirkan matang-matang, disesuaikan dan dimodifikasi dengan fenomena yang terjadi saat ini.