Mercedes-Benz akan membangun pabrik daur ulang baterai yang berlangsung pada Desember 2023. Nantinya, pabrik itu berkapasitas 2.500 ton dengan total produksi lebih dari 50.000 modul baterai. Dimana bahan baku baterainya akan berasal dari komponen pengisian mobil listrik yang sudah tak terpakai.
"Kami mengirimkan sinyal penting dari kekuatan inovatif di Baden-Wurttemberg dan Jerman untuk elektro-mobilitas yang berkelanjutan," kata anggota dewan manajemen Mercedes-Benz Jörg Burzer, dikutip dari Reuters, Senin (6/3).
Selain itu, pabrik daur ulang tersebut tidak akan bergantung sepenuhnya pada pasokan listrik, melainkan memanfaatkan tenaga surya dan sumber lain yang lebih ramah lingkungan.
Sementara itu di Indonesia, Pemerintah juga tengah menyiapkan pengolahan limbah baterai kendaraan listrik di Morowali, Sulawesi Tengah. Dibangunya pabrik tersebut ditujukan sebagai tempat daur ulang baterai kendaraan listrik dengan harapan dapat menekan input limbah elektronik yang mencemari lingkungan.
"Pabrik nantinya melakukan proses daur ulang baterai dari kendaraan listrik maupun bekas energy storage system atau sistem penyimpanan energi untuk energi baru dan terbarukan," papar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
Perlu diketahui, baterai kendaraan listrik umumnya menggunakan baterai lithium ion (LIB), yang terdiri atas katoda, anoda, elektrolit, separator dan berbagai komponen lainnya. Terdapat beberapa bahan seperti logam berat dan elektrolit, dapat menimbulkan ancaman bagi ekosistem dan kesehatan manusia.
Kepala Pusat Riset Teknologi Transportasi, Organisasi Riset Energi dan Manufaktur (OREM) BRIN Dr. Aam Muharam menyampaikan sudah banyak studi kajian tentang kemungkinan baterai bekas pakai digunakan kembali melalui proses daur ulang (recycle).
Limbah baterai biasanya di-grading atau disortir terlebih dahulu, untuk mengetahui kapasitas atau usia baterai relatif terhadap end-of-cycle-nya.
"Baterai bekas hasil daur ulang memerlukan uji atau tes durability ulang seberapa jauh dapat dioperasikan kembali. Harus ada regulasi atau standar yg mengatur terkait hal ini," kata Aam dikutip dari Antara.