Beberapa kecelakaan yang melibatkan kendaraan besar khususnya bus, menjadi sinyal masih banyak sopir bus yang belum sepenuhnya menguasai kendaraan yang dikemudikan. Terlebih memahami etika berkendara, bermanuver, hingga aturan menyalip kendaraan lain dengan benar.
Minimnya literasi para sopir bus ini kerap memicu kecelakaan fatal termasuk kejadian 'adu banteng' antara bus Sugeng Rahayu versus Bus Eka Cepat di Ngawi, Jawa Timur,beberapa waktu lalu. Seharusnya karena memiliki bodi lebih besar, pengemudi bus bisa lebih peduli dengan panduan bermanuver di jalan raya.
Catur Wibowo, instruktur Defensive Driving dari ORD menegaskan jika aturan bus menyalip sebenarnya sama dengan kendaraan lainnya. "Kalau aturan bus menyalip sih sebenarnya sama saja dengan kendaraan lain, karena mengacu pada UU Lalu Lintas yang sama. Menyangkut safety, seorang driver itu harus sangat mengenal yang namanya jenis, dimensi dan karakter kendaraan," buka Catur Wibowo saat dihubungi langsung pekan lalu (8/11).
Baca juga: Sebaiknya Pengemudi Kendaraan Besar Memiliki Hal Ini
Namun bak buah simalakama, insiden antara bus Sugeng Rahayu vs bus Eka Cepat mulanya dipicu keputusan sopir bus Sugeng Rahayu yang membanting setir ke kanan lantaran menghindari pejalan kaki yang hendak menyebrang. "Pilihan bijak yang berawal dari sebuah kesalahan jelas bukan hal yang bijak. Dalam hal ini banyak kesalahan-kesalahan awal yang dilakukan driver karena pasti ada unsur melanggar batas kecepatan kendaraan, kedua driver tidak paham dengan "Smith System' terkait unsur keselamatan jalan dan ketiga soal attitude," urai Ninot sapaan akrab Catur Wibowo.
Menarik untuk memahami poin kedua yakni "Smith System" dengan 5 kunci berkendara aman. "Jadi pastikan saat berkendara itu pandangan jauh ke depan, kedua, pengemudi mendapatkan gambaran luas, kemudian ketiga, biasakan mata Anda bergerak, dan yang keempat adalah siapkan jalan keluar yang paling aman, dan yang paling terakhir yaitu pastikan orang lain melihat kendaraan Anda," urainya lagi.
Dari kasus tabrakan bus ini Ninot meyakini jika kelima unsur ini kemungkinannya sama sekali tidak dijalankan oleh sopir bus Sugeng Rahayu. "Pengambilan keputusan harusnya diambil dengan memperhatikan efek keselamatan. Bukan memilih dua pilihan yang sama-sama merugikan dan menimbulkan korban," sesalnya.
Tak sekadar manuver menghindari obyek yang berpotensi menimbulkan kecelakaan, para sopir bus hendaknya juga memahami semakin besar kendaraan yang hendak disalip semakin besar pula potensi blindspot. Prinsip dasarnya hanya tiga dan ini beririsan dengan kedewasaan dalam mengemudi yaitu penting atau tidaknya untuk menyalip, dibenarkan atau tidak posisi saat menyalip dan aman atau tidaknya saat hendak menyalip.
Semoga menjadi perhatian bersama...
Baca juga: Banyak Kecelakaan Bus Disebabkan Kurangnya Pengetahuan Supir Tentang Teknologi Kendaraannya