Mencari alternatif bahan bakar selain material berbasis fosil pada industri otomotif bukanlah hal yang baru. Salah satunya adalah menggunakan etanol yang berasal dari olahan tebu ataupun jagung.
Bahkan Brazil sudah melakukan konversi dalam skala besar untuk ‘bahan bakar hijau’ ini sejak tahun 70-an. Dan juga terjadi secara masih di negara lain, salah satunya adalah Amerika Serikat.
Tujuan untuk menekan penggunaan minyak fosil berhasil ditekan, akan tetapi apakah kemudian hasil pembakaran etanol akan lebih ramah lingkungan?
Studi yang dilakukan oleh Departemen Pertanian AS (U.S. Department of Agriculture/USDA) dalam penelitian terbarunya menyatakan bahwa etanol 24 persen mengandung kadar karbon lebih banyak dibandingkan dengan bensin.
“Etanol jagung bukanlah bahan bakar yang ramah iklim,” Dr. Tyler Lark, asisten ilmuwan di Pusat Keberlanjutan dan Lingkungan Global Universitas Wisconsin-Madison, dan penulis utama studi tersebut mengatakan kepada Reuters.
Sebuah studi tahun 2019 dari USDA menemukan bahwa, karena penyerapan karbon yang terkait dengan penanaman tanaman baru, etanol 39 persen lebih hemat karbon daripada bensin biasa. Namun, Lark mengatakan bahwa penelitian sebelumnya meremehkan dampak emisi dari konversi lahan.
Penggarapan lahan melepaskan karbon yang tersimpan di tanah dan kegiatan pertanian lainnya, seperti menerapkan pupuk nitrogen, juga menghasilkan emisi. Ada juga biaya untuk memproses dan membakar etanol, yang semuanya digabungkan untuk membuat etanol lebih kotor daripada bahan bakar biasa. .
Penyulingan minyak Amerika saat ini diharuskan untuk mencampur sekitar 15 miliar galon etanol ke dalam gas negara setiap tahun sebagai akibat dari undang-undang Standar Bahan Bakar Terbarukan AS tahun 2005, yang diperkenalkan untuk mengurangi emisi, mendukung petani, dan memotong ketergantungan AS pada impor energi.
Undang-undang itu menetapkan standar hingga 2022 dan sekarang Badan Perlindungan Lingkungan sedang melihat kebijakan biofuel dan mempertimbangkan perubahan program. Badan tersebut berencana untuk mengusulkan persyaratan 2023 pada bulan Mei.
Sementara itu, Presiden Biden, sedang meninjau kebijakan biofuel sebagai bagian dari upaya yang lebih luas untuk mendekarbonisasi AS.