OTODRIVER - Mempunyai potensi sumber daya energi terbarukan yang melimpah, Indonesia memiliki modal kuat untuk pengembangan hidrogen. Sebagai upaya mewujudkan transisi energi nasional dari bahan bakar fosil ke energi baru, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan hidrogen diproyeksikan mulai tumbuh setelah 2030.
"Dalam skala kecil untuk proyek hidrogen ini telah dilakukan pilot project, namun untuk skala ekonomi, masih menunggu perkembangan teknologi industrinya," kata Arifin dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (17/1).
PT Pertamina (Persero) dan PLN juga sedang membangun SPBU hidrogen atau yang punya nama resmi hydrogen refueling station (HRS). "Transisi energi ini tidak hanya untuk mengurangi penggunaan energi beremisi tinggi di sektor transportasi, tetapi sekaligus beralih ke energi yang ramah lingkungan, bahkan nol emisi, dan tentu dengan harga yang jauh lebih murah," ujar Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo.
Namun, saat dibangunnya fasilitas tersebut hingga saat ini di tanah air belum ada produsen otomotif yang menjual kendaraan berbahan bakar hidrogen. Di pabrik PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (PT TMMIN) memang terdapat satu unit Mirai dengan teknologi fuel cell electric vehicles (FCEV) di fasilitas xEV.
Tapi menurut Presiden Direktur PT TMMIN, Bob Azam mobil ini hanya untuk keperluan studi. "Belum memungkinkan untuk Mirai bisa masuk ke garasi konsumen. Sebab infrastruktur stasiun pengisian ulang hidrogen untuk kendaraan belum masif," papar Bob di xEV Center, Karawang, Senin (21/1).
Walaupun ada kerja sama Pertamina New & Renewable Energy (Pertamina NRE) berkolaborasi dengan Toyota yang mengembangkan ekosistem hidrogen sebagai bahan bakar kendaraan di Indonesia. Bob, masih tidak bisa banyak bicara soal peluang Mirai dipasarkan di Indonesia. "Ya, kita lihat saja" ujarnya.
Sebelumnya, CEO baru Toyota Koji Sato juga meyakini bahwa tren masa depan kendaraan ramah lingkungan bukanlah listrik tapi dengan menggunakan hidrogen. Ketika produsen lain berfokus pada kendaraan listrik, Sato memiliki keyakinan yang berbeda, dia menganggap hidrogen akan menjadi tulang punggung masa depan.
"Kami ingin memastikan bahwa hidrogen tetap menjadi pilihan yang layak. Kami membutuhkan rantai pasokan produksi dan transportasi. Kecuali kami melihat evolusi di sana, kami tidak dapat mengharapkan peningkatan volume dalam penggunaan energi," kata Sato dikutip dari InsideEv.
Berdasarkan perhitungan PLN, bahan bakar hidrogen lebih irit biaya dibandingkan energi lainya. Perbandingannya, per 1 kilometer (km) mobil BBM membutuhkan biaya Rp1.400. Sedangkan mobil listrik Rp370 per km dan mobil hidrogen hanya Rp350 per km. (GIN)