Industri otomotif Australia merupakan salah satu kisah tragis. Satu per satu pabrikan tumbang dan menghentikan produksinya di negeri kangguru tersebut. Boleh dikatakan kini Australia steril dari kegiatan produksi otomotif.
Namun disisi lain pasar otomotif di negeri ini mencapai angka 1,0 hingga 1,15 juta kendaraan per tahun. Artinya Australia merupakan market potensial bagi Indonesia.
Peluang ini kian terbuka dengan adanya perjanjian Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (Indonesia-Australia CEPA). Dengan demikian automaker di Indonesia punya peluang lebih besar untuk masuk ke pasar Australia. Bukan hal mustahil apabila kendaraan yang popular di Indonesia seperti Mitsubishi Xpander ataupun Toyota Innova jadi komoditas ekspor ke sana.
“Indonesia-Australia CEPA bisa dimanfaatkan untuk menggenjot orang Australia agar menggunakan Toyota Innova dan Mitsubishi Xpander buatan kita,” ujar Muhammad Lutfi, Menteri Perdagangan Indonesia dalam suatu wawancara virtual belum lama ini.
Namun Mendag pun menyadari bahwa terdapat beberapa kendala yang sifatnya teknis sehingga hal tersebut belum bisa dilakukan. Salah satu penyebabnya adalah perbedaan standar produk kedua negara. “Salah satunya itu, karena mobil-mobil yang diekspor merupakan standar kita, jadi tingkat enviromental tidak seperti di Australia,” tuturnya. “Namun itu bukan menjadi kendala yang terlalu besar dan investasi untuk ke sana pun tidak terlalu besar,” sambungnya.
Selain membidik pasar Australia, M Lutfi membeberkan potensi sejumlah negara lainnya yang akan berpeluang menjadi pasar ekspor otomotif Indonesia.
"Indonesia Turki sekarang kita lagi dorong dan ini merupakan bagian yang penting. Kami lagi negosiasi dengan Bangladesh, Tunisia, Iran, Maroko ini adalah negara yang menurut kami adalah negara non-tradisional dan kami ingin jual kendaraan roda 4 dan 2 kita ke sana," tutupnya.