Bicara soal mobil listrik di Indonesia, Toyota memilih untuk masuk dan memperkenalkan teknologi ini secara perlahan. Ketimbang langsung menghadirkan mobil listrik murni yang berbasiskan baterai (Battery Electric Vehicle, BEV), mereka memilih inisiasi lewat mobil hybrid dan plug-in hybrid.
Hal ini bukannya tanpa konsekuensi. Mengingat Perpres Nomor 55 Tahun 2019 hanya memberi keuntungan untuk mobil listrik murni, rasanya penetrasi mobil hybrid dan plug-in hybrid ke pasar tidak akan mudah.
Foto: Alfons
Meski begitu, pihak PT Toyota Astra Motor (TAM) tidak mau ambil pusing. Bagi mereka mobil hybrid dan plug-in hybrid (PHEV) adalah jembatan yang baik untuk mengedukasi masyarakat tentang teknologi kendaraan ramah lingkungan. Sehingga soal penjualan pun bukan prioritas mereka.
"Kita sebenarnya tidak bicara perolehan atau apapun. Karena pada prinsipnya bagi kami, melihat dari Perpres ini kan kita punya waktu dalam dua tahun untuk mempersiapkan juga mengedukasi pasar," terang Marketing Director TAM, Anton Jimmy Suwandi beberapa waktu lalu kepada para wartawan di Jakarta.
Dia menjelaskan dalam memasarkan kendaraan listrik ada PR besar yang harus dikerjakan, yakni meyakinkan pasar. "Ini bukan perkara produksi lalu kita jual langsung laku, karena memang ada kekhawatiran dari masyarkat mengenai teknologi baru ini, terkait keuntungan dan kerugiannya, khawatir dengan banjir atau perawatan," ujar Anton.
Oleh sebab itu dia yakin dengan memperbanyak opsi dari line up kendaraan hybrid mereka akan semakin banyak konsumen baru yang nantinya mulai merasakan keuntungan memiliki kendaraan listrik. Dari situ kemudian akan muncul testimoni-testimoni positif yang harapannya dapat mengembangkan pasar kendaraan listrik sendiri di masa depan.
"Jadi saya rasa masuk ke segmen apa pun, baik volume nya besar atau kecil, tidak menjadi masalah. Saya rasa itu strategi dari kami untuk mengedukasi pasar saja dulu," ujarnya lagi menutup perbincangan.