Menyongsong masa depan dengan mengadirkan mobil listrik di Indonesia masih jadi perbincangan hangat. Jika sebelumnya Gaikindo berharap pelaku industri Indonesia bisa membuat baterai Lithium secara lokal, pandangan berbeda disuarakan pabrikan mobil terbesar di Indonesia, Toyota.
Pihak PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) berpendapat bahwa sebaiknya pelaku industri lokal tak ngotot membuat baterai Lithium secara utuh. Menurut Warih Andang Tjahjono, Presiden Direktur PT TMMIN (25/5), selain tak adanya Lithium di sumber daya alam Indonesia, proses dan pembuatan baterai jenis tersebut sangatlah mahal dan memakan waktu.
"Baterai mobil listrik itu sendiri kan terdiri dari beberapa komponen, nah di Indonesia ini yang sudah terbukti ada kan Nikel dan Kobalt ya di Morowali (Sulawesi Tengah)," ujar Warih.
Dua unsur tersebut diharapkan Warih untuk bisa segera diolah menjadi inisiasi produksi komponen bateri mobil listrik. Ya, hanya komponennya, bukan baterai secara utuh siap pakai.
"Komponen baterai itu kan banyak, kita punya oportunity untuk menjadi global suplay chain kalau Nikel dan Kobalt itu bisa kita komplitkan dengan 'apa yang cocok dengan dia'. Misalnya, baterai itu ada 100 parts, nah Nikel dan Kobalt itu cocok dengan part apa? Misal dengan motornya. Nah itu kita punya potensinya kalau kita bisa mengekstrak, men-smelter dan membuat part-nya baterai. potensi kita untuk kompetitif banyak, kita bisa menjadi global suplay chain-nya batterai parts!," jelas Warih bersemangat.
Warih yang merupakan orang Indonesia pertama menjadi Presdir PT TMMIN itu percaya akan lebih efektifnya kalau negeri ini bisa menjadi pembuat komponen baterai mobil listrik saja. Namun semuanya tentu kembali pada kebijakan dan langkah pemerintah untuk memanfaatkan sumber daya alam dan riset untuk mewujudkannya.