Rubuhnya jembatan penyebrangan orang (JPO) di km 7 Tol Serpong – Bintaro kemarin (15/5) karena ditabrak oleh truk pengangkut crane pada pukul 22.30, menyisakan pertanyaan. Kenapa bisa menabrak padahal di 2 JPO sebelumnya selamat? Lantas berapa pula kerugian yang harus diganti ke pengelola jalan tol itu?
Diketahui bahwa sebenarnya tinggi JPO sanggup dilintasi oleh kendaraan yang memiliki tinggi total hingga 5 meter. Sedangkan setelah dihitung ketinggian dari truk yang mengangkut crane ini hanya 4,8 meter dan sudah sempat melalui dua kali JPO dengan ketinggian yang sama tanpa masalah.
Beberapa dugaan muncul, seperti kemungkinan sling crane yang terlepas, menyebabkan ia mengangkat dan menyangkut di JPO hingga rubuh. Dugaan lain timbul karena kontur jalan yang sedikit menonjol di sisi kiri jalan sehingga membuat truk crane tersangkut di jembatan tersebut dan akhirnya merubuhkannya. Apalagi sisa ruang tingal 20 cm dalam keadaan normal sekalipun.
Direktur PT Bintaro Serpong Damai selaku pengelola jalan tol itu, Purwoto, meyakini bahwa rubuhnya jembatan ini dikarenakan kelalaian pengemudi truk pengangkut crane. "JPO sudah kami desain sesuai ketentuan. Jadi tingginya sudah 5 meter atau lebih. Crane ini sudah melewati jembatan sebelumnya. Hanya masalahnya kemungkinan karena pukul 22.00 WIB sudah sepi (sehingga truk berjalan lebih cepat) dan mungkin belalai crane mengayun sehingga menghantam jembatan," ujar Purwoto.
Dalam kasus ini Polres Tangerang Selatan menyatakan Sarman Simbolon sang supir truk menjadi tersangka dan terkena pasal 274 atas UU Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan karena melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan atau atau gangguan fungsi jalan.
Pertanyaan berikutnya, berapa kerugian yang ditanggung akibat ambruknya jembatan itu? Untuk hal ini pengelola jalan tol belum bisa memastikannya. Namun kami berhasil mendapatkan estimasi nilai sebuah JPO dari sebuah perusahaan kontraktor.
Tidak tanggung-tanggung, biaya pembuatan satu buah JPO menurut salah satu staf PT Wijaya Karya, Muhamad Ananta Alhamdu, bisa menyentuh Rp 7 miliar. Itu belum termasuk biaya evakuasi dan pembersihan jalan, serta kerusakan di truk itu sendiri.
Bila diharuskan mengganti rugi, bisa jadi pihak pemilik truk ini menjadi pembayar ganti rugi ke jalan tol terbesar sepanjang sejarah di Indonesia.