Mobil-mobil berteknologi Hybrid sudah banyak diluncurkan oleh merek-merek ternama, tapi kenapa mobil tersebut hingga saat ini masih terbilang sangat sedikit sekali populasinya di Indonesia? Apa kendala-kendala yang dihadapi oleh mobil yang memiliki kemampuan dari dua sumber tenaga ini?
Ketua Asosiasi Perusahaan Jalur Prioritas Edward Otto Kanter akhir pekan ini mengatakan, kesulitan yang dihadapi oleh para Agen Pemegang Merek (APM) di Indonesia adalah adanya sebuah proteksi yang membentur APM untuk mengimpor aki. Padahal aki ini adalah salah satu perangkat utama dalam mobil Hybrid dalam menghasilkan tenaga.
"Beberapa komponen otomotif diproteksi, termasuk aki. Jadi gara-gara itu, produsen mobil hybrid jadi pusing. Itu yang harus diperbaiki," jelas Edward. Padaha menurut Edward, aki atau baterai di mobil hybrid berbeda dengan aki mobi biasa yang 12 Volt.
Memasukkan aki atau baterai impor berkonsekuensi pada tingginya pajak yang harus dibebankan pada mobil Hybrid. Tingginya pajak ini membuat harga mobil ini menjadi bisa tiga kali lipat lebih mahal dibandingkan dengan harga mobil itu (Hybrid) di negara asalnya. Edward menambahkan, pajak tinggi yang dibebankan untuk mobil mobil Hybrid membuat konsumen enggan untuk membelinya.
"Aki ini tax-nya tinggi dan dengan pengecualian-pengecualian. Alasan ramah lingkungan dan penghematan BBM tidak berpengaruh pada kemudahan di sini. Di negara lain padahal ada insentif fasilitas." Malaysia contohnya, memberi fasilitas parkir VIP di bandara dan sejumlah tempat lain untuk mobil hybrid.