Dengan perbandingan populasi 23 mobil per 1.000 orang didukung dengan mahalnya biaya CKD membuat peluang Indonesia untuk mengisi pasar mobil di Vietnam sangat besar.
Namun dibalik itu semua, terdapat tantangan yang harus dihadapi untuk menumbuhkan pasar di sana. Mulai dari standarisasi emisi yang makin ketat, hingga adanya proyek mobil listrik nasional mereka Vinfast.
Hal ini disampaikan Duta Besar RI untuk Vietnam, Denny Abdi. "Tantangan saat ini tentu hadir dari Covid. Vietnam sangat pragmatis menangani virus corona," katanya.
Sedangkan tantangan ke depannya adalah penerapan emisi Euro 5 di awal 2022. Hal ini juga berpengaruh pada produk asal Indonesia yang saat ini masih menerapkan standar emisi Euro 4.
Kondisi tersebut menurutnya akan berpengaruh ke harga mobil CBU yang akan kurang kompetitif dibanding CKD. Karena standar Euro 5 di produk CKD Vietnam baru dimulai 2025.
Dari industri dalam negeri Vietnam juga menurut Denny tengah berbenah. Terutama sejak kehadiran Vinfast yang berdampak pada rasa kebanggaan nasional di masyarakat Vietnam.
"Vinfast memiliki modal USD 3,5 miliar dan membangun salah satu pabrik mobil listrik terbesar di dunia. Produk tersebut juga memunculkan national pride," katanya.
Jika Vietnam sukses melalui Vinfast, maka potensi menutup ekspor ke sana sangat besar. Indonesia bisa kehilangan hampir setengah miliar USD.
"Selain itu, Vinfast berpotensi malah menyerang pasar Indonesia," wantinya.
Direktur Pengamanan Perdagangan RI, Pradnyawati menambahkan jika pemerintah Vietnam termasuk yang pandai membaca situasi dan regulasi ketat dari WTO. Bahkan kerap mengeluarkan regulasi yang terbilang nekat.
Contohnya di tahun 2018, Vietnam mengeluarkan peraturan soal safety dan emisi. Kondisi ini dikeluarkan tanpa ada kesiapan. Akhirnya, barang ekspor yang masuk terhambat 6 bulan di pelabuhan. "Mereka berdaya saing rendah tapi nekat," katanya.