Mungkin Ikarus tidak terlalu tenar, namun bagi sejarah transportasi Indonesia, label pembuat bus dari Honggaria pernah beberapa kali menjadi salah satu tulang punggung transportasi umum di tanah air, khususnya Jakarta.
Jumpa pertama publik Indonesia dengan Ikarus terjadi pada 1962, saat digelar Asian Games. Saat itu pemerintah mendatangkan 87 unit bus Ikarus untuk mengangkut atlet dari bandara Kemayoran ke Senayan.
Jumpa kedua ada di 1993 ketika berada di era Orde Baru, di mana Indonesia mulai menerapkan bus gandeng. Ikarus 281 pun dilirik untuk kembali dihadirkan di Indonesia dan diujicobakan selama satu tahun.
Rencananya, jika bus ini lulus dan teruji untuk kondisi di tanah air, setidaknya 400 unit akan digunakan sebagai armada bus di sejumlah kota di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, Solo, Medan dan Bandung. Namun entah mengapa proyek ini lantas tidak terdengar lagi gaungnya.
Kehadiran Ikarus di Indonesia harus direalisasikan dalam bentuk lain. Pada 1995, Siti Hardiyanti Rukmana atau Mbak Tutut melalui salah satu perusahaannya mendatangkan 43 bus Ikarus 281 berbahan bakar BBG ke Indonesia.
Bus ini merupakan menjadi percontohan proyek langit biru yang dicanangkan pemerintah pada saat itu.
Sebanyak 33 unit Ikarus 281 didatangkan dalam bentuk CBU dan sisanya dirakit di Indonesia, tepatnya di bengkel PPD Narogong, Bekasi Timur.
Jika dilihat dari spesifikasinya, bus Ikarus ini cukup modern pada masanya. Selain menggunakan mesin berbahan bakar gas yang ramah lingkungan, bus ini memiliki konstruksi bodi monokok, suspensi udara dan transmisi matik.
Mesin Detroit Diesel dan transmisi Allison jadi spesifikasi bus yang digunakan di Indonesia.
Selain 281, Ikarus juga memasukkan Ikarus 247 bermesin diesel. Hanya saja produk ini tak terlalu banyak dan tidak berkembang seperti yang diharapkan.
Di awal tahun 2000-an, bus Ikarus mulai menghadapi masa senjanya. Unit bus mulai sakit-sakitan karena usia dan terbatasnya spareparts. Namun demikian Ikarus 281 punya jasa dalam sejarah Transjakarta, di mana bus-bus Eropa Timur ini menjadi pionir armada bus gandeng bagi sarana angkutan massal yang mulai dikenalkan pada 2004.