Kecamatan Loksado di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Provinsi Kalimantan Selatan memang bukan desa terpencil di tengah hutan belantara. Pemukiman ini berada sekitar 1 jam berkendara mobil ke arah pegunungan Meratus dari peradaban yang lebih modern di Kecamatan Kandangan yang merupakan jalur lintas Provinsi.
Di sepanjang jalan dari Kandangan menuju Loksado, kelima mobil yang mengangkut para risers diteduhi oleh rimbunnya pepohonan. Medan jalan yang lebarnya hanya 3 meter memang terbilang bagus. Aspal hitam masih merona menandakan tak banyak truk melintas dari aktifitas pertambangan. Rupanya masyarakat Loksado lebih gemar bertani. Namun meski medan jalan mulus, terjal dan curamnya jalan akibat kondisi geografisnya tetap saja menjadi tantangan tersendiri ketika harus mengendarai mobil penggerak depan (FWD).
Oh ya, setibanya di Kecamatan Loksado, Anda harus menaruh mobil di pinggir jalan dan menyebrangi sungai berjalan kaki melewati jembatan gantung yang melintang setinggi 10 meter di atas sungai Amandit untuk menuju Sekolah Dasar Negeri (SDN) Loklahung.
Berjalan melewati jembatan yang nampak kokoh pilar penggantungnya, ternyata tetap saja menyisakan rasa ngeri. Pasalnya beberapa pegangan jembatan sudah patah. Bahkan pegangan pun tak akan bisa melindungi anak-anak kecil yang melintas karena lebih tinggi dari badan mereka.
Lebih mengerikannya lagi, anak-anak kecil (bahkan di bawah 12 tahun) di Kecamatan Loksado, banyak yang dibiarkan membawa motor oleh orang tuanya melewati jembatan tersebut. Kami saja yang berjalan kaki harus pintar-pintar mengambil langkah menjaga keseimbangan di tengah goyangan jembatan yang terus mengayun.
Salah satu bagian dari kegiatan para risers adalah donasi buku dan alat tulis. Sedangkan kegiatan lainnya adalah belajar bersama antar para risers dengan para murid. Meskipun latar belakang para risers bukanlah guru, namun ilmu dan informasi yang mereka miliki ternyata bisa menjadi suapan ilmu yang sangat banyak bagi para siswa.
Fika, mahasiswi S2 Institut Teknologi Bandung yang menjadi peserta DRE bersama dua rekannya memilih mengajarkan geografi Indonesia. Cukup ironis melihat siswa 6 SD bahkan tidak bisa menyebutkan pulau-pulau besar di peta Indonesia. Ternyata meski bangunan sekolah memadai dan biaya sekolah gratis, namun fasilitas pengajaran di SDN Loklahung bahkan tak memiliki peta Indonesia. Padahal itu adalah salah satu ilmu dasar yang mengajarkan kita betapa luas dan beragamnya kepulauan Indonesia.
Perjalanan berbagi inspirasi ini ternyata bisa ditempuh oleh setiap masyarakat tanpa perlu mengendarai mobil penggerak 4x4 atau SUV sekalipun. Mobil LCGC Datsun GO+ Panca yang harganya mulai di bawah Rp 100 juta (Rp 94,6 juta OTR Jadetabek) bisa menjadi moda menuju lingkungan di pelosok Kalimantan. Bermodal mesin 3-silinder 1.198 cc dengan tenaga hanya 67 dk, jalanan ekstrem bisa dilibas.