Di lain kesempatan Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, pernah mengabarkan bahwa pemerintah pusat serius mengembangkan kendaraan listrik, salah satunya dengan menerbitkan Peraturan Presiden (Prepres) Nomor 79 Tahun 2023 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai.
Atas dasar itu, Kementerian Perhubungan sedang menyusun Peta Jalan Implementasi E-Mobility untuk program transportasi massal berbasis BRT di Indonesia.
Dalam acara Sustainable E-Mobility Event: Upscaling Bus Electrification Nationwide di Jakarta, beberapa waktu lalu (21/5), Menhub juga menyadari bahwa pengadaan kendaraan listrik membutuhkan biaya yang tak sedikit, bisa dua kali lipat lebih mahal dibandingkan kendaraan berbahan bakar fosil.
Studi dari Institute for Transportation and Development (ITDP) merekomendasikan ke pemerintah agar fokus di 11 kota prioritas untuk percepatan elektrifikasi transportasi publik, yaitu Jakarta, Semarang, Pekanbaru, Batam, Medan, Bandung, Surabaya, Denpasar, Yogyakarta, Bogor, dan Padang.
Studi tersebut menyebutkan bahwa untuk mendorong program elektrifikasi yang tepat sasaran dan menjamin ketersediaan anggaran, elektrifikasi transportasi publik di 11 kota prioritas tersebut perlu dicantumkan dalam Rancangan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029.
Selain mengganti armada bus yang sudah ada menjadi bus listrik, kota juga perlu menambah armada bus secara gradual untuk menjamin ketersediaan dan kualitas layanan transportasi publik nol emisi.
Bagaimana dengan ketersedian komponen dasar membuat bus listrik?
Dari sisi ketersediaan komponen dasar membangun bus listrik ternyata makin banyak yang bisa diperoleh di dalam negeri. Praktis tinggal soal baterai dan sejumlah komponen kelistrikan yang masih perlu diimpor.
“Untuk konstruksi bus, di luar sasis, termasuk untuk bodi galvanis juga bisa diperoleh di dalam negeri,” tegas Yohan Wahyudi, Managing Director karoseri Tentrem (28/7).
Seiring apa yang diungkapkan Yohan, baik Jesse maupun Stefan, mengutarakan pendapatnya bahwa kesiapan industri pendukung lokal untuk program elektrifikasi bus nasional praktis tidak ada kendala. “Sudah tidak perlu impor utuh lagi, wong karoseri lokal juga sudah bisa membangun bus listrik,” tegas Stefan.
Bus listrik impor bisa jadi batu loncatan untuk adaptasi berbagai opsi alih teknologi
Konversi bus listrik ala FT UI-Petrosea jangan sampai 'mati sebelum berkembang'
Namun, hal itu masih butuh waktu, karena dalam program elektrifikasi kendaraan bermotor nasional salah satu syaratnya harus membuka perakitan lokal bagi semua merek yang hendak masuk ke pasar Indonesia. Tentu saja hal ini berlaku bagi pihak yang ingin masuk dalam skema insentif .
“Data dari pihak Kememperin sebenarnya sudah ada ratusan bus listrik di Indonesia, animonya meningkat sampai 100 persen,” jabar Patia Jungjungan Monangdo – Pembina Industri Ahli Muda, Anggota Tim Kerja KBLBB Industri Alat Transportasi Darat, Kementerian Perhubungan (23/7). Ditemui di ajang GIIAS 2024.
Ia kemudian memungkaskan, pemberian insentif untuk menggairahkan animo lokalisasi bus listrik di Indonesai hanya bisa dilakukan jika, produsen saisi maupun motor listrik serta baterai melakukan produksi di Indonesia. “Pemerintah tetap dorong kondisi ini, produksi di dalam negeri."
Baca juga: Harapan Besar Konversi Bus Listrik
Baca juga: Damri Ajukan Modal Rp1 Triliun Untuk Beli Ratusan Bus Listrik
Industri pendukung lokal sudah mampu bikin kabin bus listrik dengan standar mutu tinggi
#buslistrik #transjakarta #kemenhub #perpres #buskota #elektrifikasi #polusi