Ford telah mengakui bahwa kenaikan biaya bahan baku berarti Mustang Mach-E tidak lagi menguntungkan pabrikan asal Dearborn Detroit AS.
Dikutip dari Motor1, pernyataan itu muncul dari Kepala Keuangan Ford, John Lawler saat berbincara di Deutsche Bank Global Automotive Conference belum lama ini.
Lawler mengatakan bahwa melonjaknya biaya material akan berdampak pada kendaraan listrik masa depan dari perusahaannya.
“Kami sebenarnya memiliki keuntungan yang positif ketika kami meluncurkan Mach-E. Namun melejitnya harga bahan baku telah menghabiskan keuntungan tersebut,” katanya.
Dampak dari melonjaknya harga memiliki pengaruh yang begitu signifikan pada Ford sehingga Mustang Mach-E sekarang membutuhkan biaya $25.000 lebih tinggi untuk diproduksi. Untuk membantu mengurangi biaya, Lawler mengatakan bahwa Ford sedang merekayasa ulang Mustang Mach-E dengan cepat untuk meningkatkan marginnya.
Ford dikabarkan telah menghabiskan $ 50 miliar untuk memperluas pengenalan EV dan berencana membuat 2 juta unit tiap tahun pada tahun 2026.
Lawler mengatakan bahwa model populer seperti Bronco pada saatnya nanti hadir dalam wujud EV.
Ford tidak menyebutkan secara rinci permasalahan kelangkaan hadir dari bagian mana dari sebuah mobil listrik. Namun diperkirakan permasalahan ini muncul dipicu oleh kelangkaan lithium yang terjadi lantaran perang Rusia-Ukraina.
Apakah karena hal ini juga yang kemudian secara tiba-tiba Ford melirik Indonesia sebagai harapan baru untuk memproduksi baterai dan sekaligus EVnya? Sebagai catatan, saat ini Indonesia merupakan salah satu produsen lithium terbesar di dunia.
Baca juga :Tak Hanya Balik Ke Indonesia, Ford Berminat Bikin Pabrik Mobil Di Sini
Memang hal masih sebuah spekulasi, namun bisa jadi suatu langkah besar bagi Ford untuk produk EVnya agar tetap kompetitif.