OTODRIVER – Mobil dengan identitas teknis New Energy Vehicle (NEV) buatan Tiongkok sudah tidak perlu diragukan lagi ekspansinya nyaris ke semua benua di dunia.
Dilabel harga yang sangat kompetitif, adopsi fitur yang termutahir, dan tentu saja desainnya harus diakui seperti melampaui masanya untuk saat ini.
Namun hal-hal itu bukan tanpa celah untuk bisa dikritisi, seperti dikutip dari Car News China, karena ada sejumlah titik yang sebenarnya membuat kendaraan-kendaraan berbagai model itu malah terkesan ‘seragam’.
Bisa dilihat dari desain lampu ekstrior yang punya sudut tajam, beragam sensor bantuan mengemudi, gagang pintu yang tersembunyi, sampai desain center facia yang mirip satu sama lain.
Khusus untuk desain center facia, keberadaan dua layar indikator ditambah bentuk setir yang tidak lagi lingkaran seolah jadi karakter utama dari mobil-mobil asal Tiongkok kendati jenamanya berbeda-beda.
Belum lagi masuknya teknologi bantu kemudi berlabel Qiankun buatan Huawei di tahun 2025 yang nyaris bisa ditemukan di produk-produk tersebut.
Seorang Vice President and Global Head of Design dari Geely, Chen Zheng, buka suara dengan menyebutkan bahwa pabrikan Tiongkok nyata mengikuti tren desain serta teknologi kendaraan bermotor seperti membabi buta.
Chen mengkhawatirkan hal itu jika tidak dikendalikan justru akan membuat konsumen kesulitan melakukan identifikasi produk serta merek itu sendiri.

Inovasi semu dari pabrikan Tiongkok pemicu perang harga
Chairman Voyah, Lu Fang, juga mengutarakan kegusarannya bahwa meskipun persaingan antar pabrikan Tiongkok sangat ketat namun jka bicara soal inovasi atas sektor desain sampai teknologi malah terkesan lemah.
Voyah masih satu payung dengan raksasa otomotif Cina yaitu Dongfeng, nama Dongfeng di Indonesia dikenal dengan nama DFSK.
Bahkan Lu Fang sudah berani menyebut bahwa proses saling contek antar pabrikan semakin menguat. Meskipun ia juga mengakui bahwa proses pengembangan produk memang butuh biaya yang tak sedikit.
“Kendaraan-kendaraan itu sekilas memang terlihat punya beragam fitur yang beragam, namun sebenarnya produk tersebut sama saja satu sama lain, hanya dikamuflase dengan desain eksterior yang berbeda,” wanti Lu Fang.
Ia menjabarkan lagi kegundahannya bahwa banyak sekali pabrikan Tiongkok yang tergiur pada persoalan yang sama yaitu mengejar keuntungan dalam jangka pendek. Akhirnya langkah untuk meniru jadi solusi, dibandingkan benar-benar melakukan pengembangan produk yang sesuai kebutuhan konsumen.
Standar kompetisi yang sebenarnya rendah itu, masih menurut Lu Fang, menjadi pemicu munculnya situasi perang harga dan spesifikasi. Akhirnya yang sebenarnya yang diproduksi oleh pabrikan otomotif Tiongkok adalah hasil inovasi semu, tidak benar-benar menghadirkan produk yang sesuai dengan kebutuhan calon pembeli.
Kondisi tersebut semakin pelik karena persoalan perlindungan paten di negara dengan jumlah penduduk sekitar 1,41 miliar orang itu memang dikenal tidak kondusif. (EW)








