Dalam sebuah seminar “Hak-hak Konsumen & Kelengkapan Keselamatan Kendaraan" yang dihelat oleh Forum Wartawan Otomotif dan PT VKTR Teknologi Mobilitas (16/8) terungkap bahwa masih banyak pekerjaan rumah di dunia transportasi umum yang berkaitan soal keselamatan.
“Meski belum sempurna, namun pelaksanaan Permenhub No.74 tahun 2021 Perlengkapan Keselamatan Kendaraan Bermotor masih banyak phak yang belum merealisasikannya secara sungguh-sungguh, sehingga di lapangan masih banyak kegiatan berkendara yang tidak maksimal melindungi penumpang maupun pengemudi,” buka Joko Kusnantoro, PLt Kasubdit Uji Tipe Bermotor, Kementerian Perhubungan RI.
Joko menambahkan lagi, di banyak kejadian kecelakaan di jalan raya, malah justru penumpang yang mudah cidera atau jadi korban. “Misalnya, paling mudah, saat sebuah kendaraan berhenti di bahu jalan tol ketika ban kempis, tidak adanya dongkrak yang memadai akan membuat kendaraan menjadi lebih lama berada di bahu jalan dan itu jelas-jelas sangat membahayakan.”
Ahmad Wildan, investigator senior Komite Nasional Keselamatan Transportasi , yang juga jadi pembicara ikut menjelaskan vahwa paling tidak ada dua hal yang bisa berpotensi penyebab kecelakaan. “Pertama, karena pengemudi terpapar ‘hazard’ yang belum pernah teridentifikasi, dan kedua yaitu karena pengemudi terpapar ‘hazard’ yang belum pernah teridentifikasi,” ungkapnya.
Hal yang paling mudah untuk menjelaskan kondisi di lapangan, disebutkan Ahmad Wildan pada penyebab kedua. “Sejumlah kecelakaan yang pernah saya tangani, penumpang tidak terlindungi dengan safety belt, akibatnya saat terjadi benturan frontal mereka ternyata terlempar ke depan atau bahkan keluar dari kendaraan,” mirisnya.
Sabuk pengaman di bus bukanlah hiasan
Partisi kabin bus sebenarnya merupakan komponen keselamatan pasif
Baca juga : Pemburu Konten Klakson Basuri Makin Nekat, PO Bris Trans "Tuan Muda" Beri Peringatan
Baca juga : Tabrak Belakang Truk, Masih Menjadi Momok Di Tol
Pemakaian sabuk pengaman menurut Ahmad Wildan lagi, sebenarnya sudah disadari kegunaannya oleh pengemudi, penumpang, bahkan oleh perusahaan transportasi penumpang. “Karena semua orang juga tahu soal dampak jika tidak memakai sabuk pengaman, yang terjadi memang seperti sengaja mengabaikan sampai kemudian terjadi kecelakaan,” bebernya.
Hal lain yang juga menurut Ahmad Wildan, masih banyak dan ironisnya makin ‘digemari’ adalah pemasangan klakson ‘telolet’ atau ‘basuri’. “Pemakaian udara untuk menjalankan klakson itu umumnya diambil dari tabung udara untuk membantu pengereman, jika tekanannya kurang dari 5 bar maka hampri bisa dipastikan kalau sistem pengereman akan sangat terganggu,” wantinya lagi.
Begitu juga soal lampu tambahan yang banyak terpasang pada truk maupun bus. “Lampu yang jumlahnya berlebih dan konstan menyala secara dinamis akan membuat konsenterasi pengemudi lain terpaku pada lampu, bukan pada ‘hazard’ yang seharusnya lebih diperhatikan,” keluh Joko Kusnantoro.
“Lampu di kendaraan itu sudah ada aturunnya jadi tidak bisa sembarangan digunakan. Karena di luar itu akan mengganggu. Bahayanya sebenarnya dengan kelistrikannya. Biasanya orang main jumper saja. Penyebab kebakaran bus karena ‘dia’ main pasang-pasang lampu sendiri. Itu sebenarnya dilarang. Karena regualsi sudah mengatur terkait jumlah warna dan sebagainya,” pungkas Ahmad Wildan.
Terlalu banyak lampu di buritan bus dan konstan berpendar justru sangat berbahaya bagi pengemudi lain
Baca juga : Ternyata Ada Bahaya Dibalik Pemasangan Klakson Telolet Dan Lampu Strobo
Baca juga : Alasan PO Bus Melarang Mengisi Baterai Power Bank Dalam Kabin
#bus-truk-busindonesia-trukindonesia-safetydriving-defensivedriving-indonesia-giias2023