Aksi bus ugal-ugalan yang terjadi sudah seharusnya mendapat perhatian serius. Selain aturan ketat seperti pembatasan kecepatan di jalan tol, peran perusahaan otobus untuk menunjang regulasi tersebut juga bisa ditingkatkan.
Seperti dikatakan Jusri Pulubuhu dari Jakarta Defensive Driving Consultant (JDDC). "Jangan hanya tergantung pada aturan pemerintah. Perusahaan otobus juga harus berpartisipasi dalam meningkatkan ketertiban dan keselamatan berkendara armadanya," ucapnya.
Ada bermacam cara yang dilakukan untuk meningkatkan keselamatan berkendara di perusahaan otobus. Salah satunya dari sektor kesejahteraan pengemudi. Misalnya dengan menerapkan sistem gaji yang ideal, bukan kejar setoran.
Lalu bisa membuat paket bonus, seperti penghargaan pada pengemudi yang membawa bus paling aman. Performa mereka bisa dipantau lewat review penumpang, atau lainnya. "Sehingga pengemudi tak memiliki kekhawatiran soal kesejahteraan saat berkendara," ucapnya.
Selanjutnya, soal penegakan aturan batas kecepatan bisa diantisipasi perusahaan dengan mengaplikasikan peranti sensor seperti GPS Tracker. "Bus bisa terpantau saat melebihi kecepatan. Nanti pengemudi dievaluasi hasilnya. Sistem ini sudah lebih dulu diaplikasikan di armada perusahaan-perusahaan pertambangan hingga perminyakan," urai pria berkacamata ini.
Tak lupa, peran penumpang juga bisa dimaksimalkan dengan membuka call center atau telepon pengaduan da perusahaan tersebut. "Mungkin penumpang enggan atau malas berdebat dengan supir, jika mengingatkan soal kecepatan. Solusinya, mereka bisa menghubungi call center, yang nanti akan menghubungi supir jika bus melebihi kecepatan atau ugal-ugalan.
Penerapan sanksi juga bisa diberlakukan, misal terbukti melakukan ugal-ugalan berdasarkan aduan dari penumpang atau malah hingga terlibat kecelakaan lalu-lintas, pengemudi mendapat skorsing, tidak boleh membawa bus dalam waktu tertentu.