Diresmikannya Perpres Mobil Listrik tentunya mendorong kehadiran moda transportasi hemat energi ini untuk segera masuk dan bisa dinikmati masyrakat luas. Meski begitu, jika mau dilihat dari harga jual kendaraannya saja, sebenarnya mobil listrik dibanderol lebih mahal dibanding mobil konvensional alias internal combustion engine (ICE).
Hal ini diakui oleh Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan Kemenperin, Putu Juli Ardika. "Harga dasarnya (mobil listrik) tidak begitu mahal, masih affordable lah. Jadi memang lebih mahal sedikit," terang Putu.
Hal ini juga diperkuat dengan pernyataan pihak pemerintah yang dalam hal ini direpresentasikan Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin, Harjanto yang menjelaskan kalau nantinya mobil listrik murni yang berbasiskan baterai (BEV, Battery Electric Vehicle), akan dibanderol lebih mahal jika dibandingkan dengan mobil hybrid misalnya. "Kalau sekarang, makin besar baterainya ya makin mahal," ucapnya.
Namun menurut Putu, konsumen sebaiknya tidak terpaku hanya pada harga jual mobil itu sendiri. Biaya operasional dan perawatan juga sebaiknya menjadi pertimbangan saat akan membeli mobil listrik ini. "Jadi istilahnya Total Cost of Ownership (TCO) kendaraan, itu kalau mau dihitung akan lebih murah."
Dia lantas mencontohkan dari sisi penggunaan bahan bakar. Mengingat adanya pengkombinasian mesin listrik dan pembakaran internal, efisiensi mobil hybrid maupun plug-in dipastikan akan jauh lebih ekonomis. "Dengan harga yang lebih mahal sedikit, hybrid itu bisa 50 persen menghemat bahan bakar, kalau plug-in hybrid (PHEV) bisa 70 persenan," terang Putu.
Meski menjanjikan TCO yang lebih terjangkau seperti yang dia jabarkan, Putu sadar kalau masyarakat perlu diedukasi dan sosialisasi mengenai keuntungan-keuntungan seperti ini.
"Masyarakat perlu tahu kalau pakai ICE itu segini (biayanya), kalau hybrid segini, plug-in segini. Itu semua kan ada kajiannya dan kita akan coba sosialisasikan," tutupnya.