Mazda merupakan salah satu merek asal Jepang yang eksis di Indonesia. Kendati demikian, bisa dikatakan Mazda adalah satu satunya merek negeri matahari terbit yang tidak memiliki pabrik perakitan lokal di tanah air.
Selain karena tak punya fasilitas pabrik di Indonesia, yang menyebabkan Mazda masih mengandalkan impor hingga saat ini adalah volume penjualannya yang masih terbilang kecil.
“Untuk masalah Completely Knock Down (CKD) masih kita lihat lagi. Volume (penjualan) kita kan masih kecil,” ujar Roy Armand Affandy selaku Presiden Direktur PT Eurokars Motor Indonesia (EMI) ketika diwawancarai di Jakarta Pusat (22/11).
Masih menurutnya, investasi untuk perakitan mobil di Indonesia butuh biaya yang sangat besar, pihak Mazda mengakui skala industrinya belum sama dengan Wuling yang masih tergolong pendatang baru. “Investasi untuk perakitan lokal itu sangat besar. Kalau bisa dilihat, salah satu merek Tiongkok (Wuling) itu besar sekali. Dan kita lihat skala-nya belum sampai di situ,” tambah Roy.
Namun tak menutup kemungkinan jika Mazda akan merakit mobilnya di dalam negeri. Roy menyebutkan setidaknya penjualannya harus mencapai belasan ribu unit per tahunnya.
“Tapi, jika penjualan kita makin bagus otomatis kita harus CKD.10 ribu unit per tahun belum cukup. Harus belasan ribu baru kita bisa CKD,” pungkasnya.
Saat ini, Mazda memiliki penjualan rata-rata 6.000 unit per tahun. Namun khusus di tahun 2019 ini, penjualan Mazda harus turun ke angka 5.000 unit.