Penggunaan lampu kendaraan bermotor telah diatur sedemikian rupa, mulai dari warna yang digunakan, hingga penempatan lampu, termasuk pada truk dan bus. Hal ini berlaku secara internasional dan sudah diatur melalui Konvensi Jenewa 1949 tentang lalu lintas jalan dan kembali diperkuat melalui Konvensi PBB di Wina pada 1968 yang membahas hal yang sama.
Dijelaskan lebih terperinci bahwa lampu belakang (Tail light) harus berkelir merah, lampu sein berwarna orange (amber) sedangkan lampu depan (di luar lampu utama) memancarkan cahaya kuning ataupun putih.
Sedangkan untuk lampu yang dipasangkan pada bagian atas kendaraan dengan postur tinggi seperti truk atau bus adalah lampu merah untuk di belakang, sedangkan depan kuning. Selain warna tersebut dilarang untuk digunakan.
Namun jika melihat kondisi yang ada di jalanan Indonesia saat ini, aturan tersebut sepertinya 'tak berlaku'. "Cukup banyak kendaraan, terutama bus dan truk yang sudah memasangkan lampu di atap, tak sesuai warna yang sudah disepakati secara internasional," terang Sonny Susmana , Director Safety Defensive Consultant Indonesia (SDCI). Masih sering ditemui penggunaan lampu warna lain seperti hijau, biru atau malah ungu untuk lampu yang ditempatkan pada ujung maupun bagian tengah di atap.
"Masih banyak pihak yang belum sepenuhnya menyadari bahwa standar warna lampu yang dipasang punya maksud dan tujuan. Sebelumnya kita sepakati dahulu bahwa lampu tersebut adalah rangkaian cara komunikasi di jalan raya," imbuhnya.
Lampu merah memberikan isyarat kepada pengendara lain, bahwa ia berada di belakang sebuah kendaraan besar, sedangkan ketika melihat warna kuning menandakan ia berhadapan dengan kendaraan besar tersebut.
Mungkin dalam situasi ideal (cuaca cerah di siang hari) tidak terlalu berpengaruh, namun jika berhadapan dengan situasi hujan, kabut, berkendara di malam dengan kecepatan tinggi akan sangat membantu. Pengendara akan lebih cepat mengetahui posisi dan arah kendaraan lain, cukup dengan berpatokan warna lampu.