Berhentinya operasi Ford Motor Indonesia (FMI) yang diumumkan secara resmi tanggal 25 Januari lalu ternyata banyak menuai respon negatif. Berbagai kekecewaan timbul atas hal ini. Jika FMI pergi begitu saja tanpa adanya bentuk tanggung jawab pada konsumen, maka mereka terancam terkena sanksi karena bertentangan dengan Undang-undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999.
“Mereka walau pergi tidak akan meninggalkan konsumennya, mereka harus bertanggung jawab karena kita punya UU Perlindungan Konsumen. Jadi, kalau orang mau berbisnis di sini engga bisa seenak jidatnya begitu, pergi langsung ditinggalin, engga bisa, ada UU di sini, pidana hukumnya, ini adalah negara hukum ada aturannya. Mereka harus punya tanggung jawab,” ungkap I Gusti Putu Surya Wirawan selaku Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, dan Alat Transportasi Kementerian Perindustrian di Restoran Bunga Rampai, Selasa, (2/20).
Pada pasal 25 dalam UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 disebutkan pelaku usaha wajib menyediakan fasilitas purna jual dan wajib memenuhi garansi. Selain itu penjelasan kuat pada pasal 26 yaitu, pelaku usaha yang memperdagangkan jasa wajib memenuhi jaminan dan/atau garansi yang disepakati dan/atau yang diperjanjikan.
Sebelumnya beredar di media massa bahwa, David Tobing sebagai salah satu konsumen Ford menggugat FMI ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ford dianggap melanggar Pasal 7 huruf b Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang menyatakan bahwa pelaku usaha harus memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur tentang kondisi produk serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan.