OTODRIVER- Awal pekan ini (29/1), seperti dilansir Antara, sebuah Toyota Fortuner yang ditumpangi Ketua Lembaga Dakwah (LD) Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU) KH Abdullah Syamsul Arifin mengalami kecelakaan di wilayah Tol Ngawi-Solo, wilayah Desa Kedungharjo, Kecamatan Mantingan, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Ada korban jiwa dalam kecelakaan tersebut.
Kasi Humas Polres Ngawi Iptu Dian Ambarwati mengatakan berdasarkan pemeriksaan sementara, kendaraan Toyota Fortuner bernomor polisi P-1672-HO yang ditumpangi ulama yang akrab disapa Gus Aab itu mengalami selip kemudian menghantam "guard rail" di sisi kiri jalan hingga terperosok di parit KM 549B.
"Saat kejadian, kondisi sedang hujan. Karena kurang hati-hati, Toyota Fortuner mengalami selip, sehingga oleng ke kiri, menabrak guard rail dan terpental masuk ke parit," ujar Iptu Dian. Dan pihak Kepolisian menduga mobil Gus Aab mengalami "aquaplaning". Dalam insiden yang terjadi pada dini hari tersebut, satu orang dilaporkan meninggal dunia dan dua lainnya mengalami luka-luka.
Kondisi ini secara prinsip adalah kondisi saat ban mobil yang kehilangan penapakan atau traksi pada permukaan jalan saat melintasi genangan air hujan di permukaan jalan.
Terkadang, genangan air hujan yang sekilas tidak terlalu tinggi nyata sudah bisa menyebabkan aquaplaning. Karena permukaan ban mobil seharusnya harus selalu bisa menapaki permukaan jalan karena adanya bobot mobil. Tetapi begitu melintasi genangan air maka bagian kolong yang dialiri oleh angin saat bergerak maju akan bereaksi terangkat saat ban tidak menapak di permukaan jalan.
Ibarat pesawat terbang, angin yang mengalir di kolong mobil itu akan menimbulkan daya angkat seiring bertambahnya kecepatan kendaraan.
“Laju kendaraan atau kecepatan saat hujan maupun tidak, sering sering diabaikan penyelidikan pasca terjadinya kecelakaan," buka Catur Wibowo dari DSTC Defensive & Safety Driving Consulting saat dihubungi langsung (1/2).
Menurut penggiat offroad dan kegiatan outdoor itu, dampak dari ‘speeding’ terlalu banyak. Saat permukaan jalan kering, misalnya, berpotensi besar menimbullan gejala over ataupun under steer saat berbelok, bisa juga gagal mengendalikan laju kendaraan, berkurangnya luas daya pandang, dan yang sring terjadi adalah selip karena bobot mobil jadi minimum, ataupun gagal antisipasi pengereman akibat bertambahnya jarak pengereman.
Persepsi yang sangat berbahaya pula jika ada asumsi bahwa genangan air bisa tersingkir saat dilintasi ban. Karena air memiliki nilai viskositas alias kekentalan, membutuhkan waktu untuk mengalir atau berpindah tempat sekalipun mendapatkan tekanan dari bobot mobil yang sedang melaju.
Perlu diyakini bahwa ketika ban melindas genangan air maka akan ada sisa air yang tidak sempat dipindahkan oleh alur yang dibentuk oleh telapak ban. Genangan itu sebenarnya masih ada di bawah telapak ban membentuk lapisan air meskipun tipis.
Namun biarpun tipis justru kondisi itu cukup untuk menahan telapak ban mobil untuk tidak menyentuh permukaan jalan dengan baik. Itulah saat di mana ban mobil akan terangkat sehingga kehilangan traksi, meskipun hanya terjadi kurang dari satu detik.
“Tidak bisa tidak, antisipasi aquaplaning adalah menurunkan kecepatan kendaraan saat melintasi jalur basah atau sedang turun hujan. Ini supaya kendaraan mendapatkan bobot ideal atau maksimumnya agar mobil, misalnya, tidak mudah terangkat tekanan genangan air tadi. Ingat, dengan adanya bobot ideal, maka roda akan berpeluang besar mendapat traksi di aspal atau jalan,” urai pria yang akrab juga dipanggil Ninot itu.
Menurunkan kecepatan saat di jalan basah ataupun ketika turun hujan sebenarnya akan merperbesar peluang untuk antisipasi maupun koreksi jika ada yang tidak normal dengan gerakan kendaraan. Paling tidak bisa tersedia kesempatan yang cukup untuk menghindari genangan air.
“Upaya antispatif itu sebenarnya untuk keselamatan diri sendiri dan pengguna jalan lainnya. Terlebih saat melintasi jalan tol, perlu terus disadari soal “membiasakan yang benar, bukan membenarkan yang sudah biasa”. Misalnya soal batas kecepatan yang aman di segala cuaca,” pungkasnya. (EW)