BUS-TRUCK - Direktur Utama PT Transportasi Jakarta (Transjakarta), Welfizon Yuza, mengatakan saat ini pihaknya sedang mempersiapkan sekolah khusus sopir atau pramudi melalui Transjakarta Academy untuk meningkatkan kualitas layanan.
"Pelayanan transportasi ini, kuncinya ada pada sopir. Sekarang seberapa banyak kita memberikan perhatian kepada mereka," kata Welfizon dalam keterangannya di Jakarta pekan ini (15/5).
Menurut Welfizon, seperti dikutip dari Antara, perusahaan milik Pemprov DKI itu saat ini memiliki lebih dari 12 ribu sopir yang terdiri dari Mikrotrans, Transjakarta, dan bus Non-BRT.
Selama ini menurut Welfizon lagi, sekolah untuk menjadi pramudi di Indonesia belum ada, berbeda dengan pilot, masinis, dan nahkoda yang ada lembaga pendidikan khususnya.
Untuk itu, TransJakarta mencoba memberikan pendidikan kepada para pramudi dengan membuka Transjakarta Academy yang pada tahap awal dikhususkan bagi sopir Transjakarta.
Transjakarta Academy akan mulai dalam waktu dekat, karena telah memiliki sertifikat dari Dinas Tenaga Kerja DKI Jakarta.
"Ini jadi rintisan sekolah untuk jadi profesi pramudi. Jadi, orang kalau mau menjadi pramudi itu harus ada jenjangnya," ujarnya.
Diharapkan, para pramudi lulusan lembaga pendidikan bisa meningkatkan kualitasnya sehingga pelayanan kepada para pengguna jasa semakin baik lagi.
Bagi TransJakarta, selama ini mengelola para sopir dilakukan dengan pengawasan, pengenaan sanksi, pelatihan, serta melalui sertifikasi.
"Ke depannya yang kita pikirkan yaitu standar pramudi kita lebih baik. Kita menyediakan sekolahnya," katanya memungkaskan.
Kelangkaan pengemudi bus sudah mengkhawatirkan
Soal pelatihan kecakapan khusus untuk mengemudikan kendaraan umum juga pernah disuarakan oleh operator bus AKAP.
“Hari ini pengemudi (bus, Red) dibentuk oleh ‘alam’, lahir dari pengalaman,” ungkap Kurnia Lesani Adnan, petinggi SAN Transport (18/7).
Ditemui disela-sela perhelatan GIIAS 2024, pria yang akrab dipanggil Sani itu menjelaskan, meskipun pada dasarnya meski sama-sama kendaraan niaga namun untuk mengemudikan bus dengan ‘baik dan benar’ ternyata butuh treatment yang berbeda.
Dilanjutkan lagi olehnya, bahwa jika melihat dari sisi fisik dan juga keterampilan, saat ini lebih banyak jumlah sopir dibandingkan pengemudi atau pramudi. Lebih ditekankannya di lapangan lebih banyak yang hanya bisa mengemudi.
Salah satu indikasinya, tanpa bermaksud merendahkan, pemahaman seorang sopir menurutnya kerap mudah mengabaikan hal-hal yang penting, misalnya soal kelelahan.
“Nah itu ada kaitannya dengan profesionalisme bagi seorang pengemudi, misalnya, jika kondisi tidak fit maka dirinya tidak akan memaksakan diri atau jika kendaraan tidak siap maka tidak diberangkatkan juga,” jabar Sani.
Baca juga: Transjakarta: Sanksi Tegas Bagi Pramudi Tabrak Kendaraan Lain
Baca juga: Transjakarta Resmi Buka Sekolah Khusus Pramudi Bus
Sani yang juga penggagas terbentuknya IPOMI (Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia) itu kemudian memberikan gambaran bagaimana ‘kelangkaan’ pengemudi dapat diupayakan pemenuhannya. Karena menurutnya, banyak fleet-fleet, perusahaan transportasi yang besar yang bersedia untuk membuat program semacam sertifikasi bagi pengemudi bus yang kurikulum serta metoda pelatihannya memang dibuat serta diajarkan oleh pengajar yang profesional juga.
“Bukan dengan pola sertifikasi yang banyak berjalan selama ini, sertifikasi dilakukan hanya dalam waktu satu hari, itu seperti hanya untuk memenuhi mandatory saja,” keluh pria yang juga Ketua Bidang Angkutan Orang DPP Organda itu.
Pihak pemerintah juga disebutkan Sani sudah waktunya berperan lebih aktif dalam membantu mencetak tenaga pramudi bus yang profesional seperti yang sudah dilakukan pada pilot ataupun masinis.
“Pengemudi bus yang profesional, contoh sederhana, bisa mengambil keputusan untuk beristirahat jika kondisi tubuhnya sudah kelelahan, menghindari kondisi fatigue,” pungkasnya sembari menyebut bahwa pramudi yang berawal dari mengemudikan truk akan bisa lebih sabar dalam mengemudi. (EW)