BUS-TRUCK – Kehadiran unit microbus Neo Grantour karya karoseri Trijaya Union di area parkir Hall 11, ICE BSD, saat ajang GIIAS 2024 sepatutnya jadi perhatian bagi jagad desain bus nasional.
Apalagi kalau bukan soal desain tarikan garis yang ‘boxy’ membuat sodoran karya karoseri yang bermarkas di Bitung, Kabupaten Tangerang, Banten, ini jadi tampil beda dibandingkan desain-desain microbus yang sudah ada.
Ditemui langsung di markas Trijaya Union beberapa waktu lalu (7/12), R. Dhimas Yuniarso selaku President Director menyebutkan bahwa pihaknya melakukan riset intensif selama satu tahun atas model Neo Grantour.
Dalam perjalanan riset itu didapat sejumlah masukan dari sejumlah operator bus soal desain microbus yang ‘ideal’. Soal durability, akomodasi bagi penumpang, sampai desain pintu untuk akses keluar masuk kabin jadi catatan-catatan yang digarisbawahi oleh mereka.
Salah satunya yang juga sempat ditemui langsung adalah Anthony Steven Hambali, orang nomor satu di PO Sumber Alam.
Saat ditemui langsung di ajang GIIAS 2024, Anthony kala itu memang mengakui kalau pihaknya memang sengaja memilih desain kotak pada Neo Grantour demi memaksimalkan soal ergonomi.
Sejurus kemudian Dhimas menyebutkan, salah satu ‘kelemahan’ dari desain microbus yang ada saat ini adalah membuat penumpang harus membungkuk saat berdiri di dalam kabin. “Artinya soal akses di dalam kabin memang menjadi kendala, berarti soal kenyamanan yang lain juga kondisinya serupa,” bebernya.
Dek ‘rata sasis’ jadi terobosan
Mengutamakan headroom maupun legroom setidaknya menjadi dua hal yang diutamakan pada desain Neo Grantour.
Dandi Trisnandar yang menjadi Engineering Head Trijaya Union menyebutkan kedua hal tadi bisa diakomodir, salah satunya dengan tidak memanfaatkan cab atau kepala dari sasis bawaan pabrik yang biasa dilakukan oleh karoseri lain.
“Karena tidak berpatokan pada cab itu maka kami lebih leluasa untuk membuat headroom menjadi lebih tinggi dibandingkan desain microbus yang sudah ada saat ini. Selain itu, dek untuk kabin kami posisikan ‘menempel’ langsung di sasis tanpa ada berbagai tekukan yang biasanya muncul pada desain microbus buatan karoseri,” paparnya.
Diterangkannya lagi, ide terobosan pada struktur bodi itulah juga yang menjadikan desain microbus yang konon sudah mendulang pesanan lebih dari 80 unit itu punya headroom paling tinggi dibandingkan desain microbus buatan karoseri lain.
Meski ketinggian bodi secara keseluruhan Neo Grantour menjadi lebih tinggi dibandingkan desain microbus buatan karoseri pada umumnya, diyakinkan oleh Dandi bahwa desain unggulan mereka ini punya faktor side rolling yang baik. “Sesuai regulasi batasnya 15 derajat, pada Neo Grantour berada di angka 11 derajat,” kata Dandi lagi.
Selain itu, ini juga merupakan masukan dari pihak operator, bantingan kaki-kaki microbus buatan karoseri umumnya tidak nyaman. “Kami melakukan modifikasi khusus pada struktur per daun, dicari settingan yang paling nyaman sambil memperhatikan soal body rolling,” ungkap Dandi lagi.
Karena ada banyak keleluasaan dalam soal plafon kabin itu pula yang membuat tata ruang untuk penempatan modul AC juga lebih presisi. “Kami bersama tim Trijaya Union mendesain ulang layout AC untuk microbus, sampai kami mengeluarkan paket khusus yang dinamakan YR380,” ungkap Satria yang merupakan Engineer dari Yaruki Indonesia yang berperan banyak dalam pengembangan sistem pengatur suhu kabin pada Neo Grantour.
Diungkapkan oleh Satria lagi, modul YR380, sesuai dengan request pihak Trijaya Union, awalnya diminta untuk mengatasi kelemahan sistem pendingin kabin microbus yang kurang efektif menjangkau penumpang di bagian belakang.
“Dengan mencoba berbagai komponen maupun settingan sampai titik keluar hembusan AC akhirnya didapat seperti yang ada pada Neo Grantour. Karakternya menyejukan, bukan mendinginkan kabin, ini bisa membuat soal kenyamanan lebih baik,” pungkas Satria. (EW)
Baca juga: GIIAS 2024: Tampilan Medium Bus Makin Maksimum
Baca juga: GIIAS 2024: Desain ‘Out of The Box’ Karya Trijaya Union