Siapa yang tidak terpukau dengan mobil yang irit bahan bakar dan ramah lingkungan? Namun, kendati sudah dikenalkan sejak beberapa tahun silam, tetap saja mobil hybrid maupun listrik di Indonesia punya populasi tak ada sekuku hitam dari mobil bermesin konvensional.
Harga yang dibanderol cukup tinggi jadi penyebab utama konsumen di tanah air susah menyukainya. Tingginya harga tersebut tak lain dikarenakan kebijakan pajak yang berlaku saat ini. Mobil dengan paduan listrik dan mesin konvensional ini dianggap memiliki dua mesin.
Kemunculan kebijakan baru mengenai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) pada program Low Carbon Emission Vehicle (LCEV) yang tengah menunggu pengesahan dari pemerintah. Kebijakan baru ini menjadi harapan baru bagi mobil hybrid lebih mudah diterima di pasar Indonesia.
“Dengan komposisi PPnBM baru tersebut, diharapkan akan memberikan perubahan yang signifikan terutama pada banderol mobil sehingga jadi lebih terjangkau,” terang Agus Purwadi Ketua Tim Mobil Listrik Nasional (Molina),” jelasnya saat ditemui di Denpasar, Bali (23/4).
Agus menambahkan bahwa program LCEV ini akan semakin moncer apabila diikuti dengan hadirnya model MPV hybrid.
Seperti kita ketahui bahwa MPV merupakan segmen tergemuk di Indonesia. “Pola masyarakat Indonesia adalah guyup rukun, sehingga kehadiran MPV masih menjadi salah satu idola, lantaran mampu mengangkut orang lebih banyak dan aspek fungsional lainnya. Untuk itu cukup beralasan bila MPV hybrid ataupun listrik punya peluang besar untuk meraup sukses di Indonesia,” sambungnya.
Coba bayangkan jika teknologi hybrid diterapkan pada mobil kelas menengah semisal Toyota Sienta. Taruhlah pada akhirnya harga versi hybrid diberikan harga lebih tinggi dengan angka yang masih menarik tentu akan mendapat respons positif dari pasar.