Aturan baru distribusi bahan bakar jenis solar berupa penggunaan Biodiesel B20 berupa penambahan 20 persen bahan bakar nabati kelapa sawit akan segera berlaku mulai bulan Oktober 2018. Aturan ini berlaku wajib dan mengikat semua perusahaan yang mendistribusikan bahan bakar solar untuk masyarakat.
Kalangan pengusaha angkutan truk bereaksi atas munculnya kebijakan ini. Mereka khawatir, ketentuan ini akan membuat operasional truk terganggu.
"Perlu diketahui selama ini biosolar ini di pasar campurannya tidak konsisten ada yang B5, B10 dan B15. Beberapa hal yang perlu kita ketahui bersama waktu saya rapat di Kementerian ESDM ada beberapa temuan penggunaaan Biosolar pertama Pemakaian Biosolar ini akan meningkatkan penggunaan bahan bakar hingga 2.3%, Service interval yang semakin singkat dan ada temuan filter ada endapan," ungkap pengusaha angkutan truk PT Lookman Djaja, Kyatmaja Lookman.
Dia tidak memungkiri, program B20 ini akan tetap berjalan walaupun spesifikasi teknis kendaraan yang beredar pada saat ini B7 dan B10. APM pun hanya berani menjamin untuk kendaraan keluaran 2016 ke atas. "Sebagai negara yang menganut sistim kelaikan kendaraan, bukan umur kendaraan, maka kendaraan yang ada akan menjadi korban dari kebijakan ini khususnya yang belum memiliki spesifikasi yang memadai," ungkapnya,
Dia menambahkan, truk-truk di Indonesia yang tidak FAME/Biodiesel ready itu jumlahnya sangat besar. Mengutip data Kementerian Perindustrian, Kyatmaja mengatakan saat ini ada 4,3 juta kendaraan yang harus kita pikirkan nasibnya dari implementasi kebijakan ini.
"Truk adalah konsumen terbesar biodiesel, jika sampai kendaraan ini banyak yang bermasalah dengan kebijakan pemerintah maka logistik dan transportasi kita akan sangat terbebani ditengah biaya logistik kita yang mahal," tegasnya.