Setelah melakukan recall terbesar dalam sejarah otomotif dunia, Takata akhirnya resmi melaporkan kebangkrutannya Senin (26/6) lalu. Pasalnya mereka harus mengeluarkan dana 10 miliar Dolar AS atau setara dengan sekitar Rp 133 triliun. Bahkan nominal tersebut belum termasuk biaya lain yang mencapai 5 miliar dolar AS atau sekitar Rp 66 triliun.
Menurut yang diberitakan Autonews (27/6), Takata telah mengajukan perlindungan kebangkrutan di Amerika Serikat (AS) dan juga Jepang. Selain itu perusahaan ini juga akan dibeli oleh sebuah vendor asal AS, Key Safety System.
Pihak Takata meminta maaf saat menjelaskan kebangkrutannya, ini dikarenakan tanggung jawab yang terus meningkat dan keuangan perlahan mulai hancur. "Kami menghabiskan banyak waktu untuk melakukan negosiasi, sangat sulit untuk mencapai kesepakatan dengan lebih dari 10 pembuat mobil di seluruh dunia, dan calon sponsor perusahaan," ujar Shigehisa Takada selaku Eksekutif dan CEO Takata.
Hal ini membuat Takata tidak punya pilihan selain menjual asetnya. Hasil penjualan itu nantinya bakal digunakan untuk membayar kewajiban. Artinya mereka menjamin akan tetap memenuhi kewajiban penggantian inlator airbag yang prosesnya masih terus berlangsung.
"Jika semuanya seperti ini, kami menyadari risiko bahwa kami mungkin tidak dapat mengumpulkan dana dan melanjutkan pasokan produk yang stabil. Di tengah kondisi yang kami hadapi sekarang, bernegosiasi dengan kadidat sponsor, merek mobil, serta pendapat pendapat ahli eksternal, kami akhirnya memutuskan untuk mengajukan perlindungan kebangkrutan," tambah Takada.
Nantinya Key Safety System menyebutkan kalau produksi amonium nitrat masih dilanjutkan oleh manajemen baru Takata setelah penutupan transaksi. Ini setidaknya dilakukan sampai Maret 2020, untuk memastikan pasokan inflator yang cukup untuk menggantikan peranti pada jutaan unit mobil yang di-recall.