Kasus pelek pecah yang terjadi di jalan Tol Japek beberapa waktu lalu menjadi viral. Pecahnya pelek disebabkan menghantam lubang di jalan yang terjadi saat musim hujan.
Nur Imansyah Tara, Aftersales Division Head Auto2000 menjelaskan jika hal tersebut bisa saja terjadi, meski pelek yang digunakan masih standar.
Pasalnya meski berbahan alloy atau besi yang kuat, tetapi pelek juga berpotensi rusak karena menabrak lubang terutama saat kecepatan tinggi. "Hal itu bisa diperparah jika tekanan angin ban berkurang, atau sudah ada retakan sebelumnya," katanya.
Soal kekuatannya, di Indonesia sendiri sudah diberlakukan standar SNI (Standar Nasional Indonesia) untuk pelek.
Pada saat terpisah, Gede Agus Prayajana dari PT Chemco Harapan Nusantara produsen pelek merek Torsion sempat menjelaskan jika ada rangkaian tes yang dilakukan sebelum mendapat sertifikat SNI dan dilepas ke pasar.
"Setelah mendesain, kami langsung menyimulasikan kekuatannya. Sehingga bukan hanya bagus dilihat tapi juga berkualitas," katanya.
Diantaranya Impact Test yang dilakukan dengan menjatuhkan beban berbobot 210-400 kg ke bibir pelek. Pelek yang bagus, bagian bibirnya hanya peyang, bukan pecah atau patah.
Kemudian ada Dynamic Radial Test yang menyimulasikan kondisi jalan jelek dan mulus dengan menjalakannya selama 2.600 km dengan kecepatan 40 km/jam.
Lalu ada Torsion Test untuk mengetes kekuatan puntir pelek sebagai simulasi pengereman. Serta Bending Test yang menyimulasikan kondisi pelek saat belok dengan jumlah putaran hingga 200.000 cycle.
Dengan rangkaian pengujian tersebut bisa diketahui jika pelek terbilang kuat, terutama yang berstandar SNI, namun tetap memiliki batasan. Sehingga tindakan defensive driving di musim hujan mutlak dilakukan.