Di pertengahan 80-an usai bertandang dari salah satu kolega, saya dan almarhum Pakde melintas di sekitar Pasar Gede di Solo. Dari kejauhan nampak sosok truk tua dengan warna memudar terparkir di salah satu sudut jalanan pasar. Saat itu saya masih duduk di kelas 3 atau 4 Sekolah Dasar.
“Itu Ford Canada namanya,” jelas pria ramah ini sembari menghentikan Chevrolet Luv yang kami naiki. Nampak tulisan embos Ford Canada pada bagian bawah lampu depan sebagai identitas yang langsung bisa dikenali.
Dengan antusias Ia mengajak saya untuk melihat lebih dekat truk yang disebutkan bersejarah baginya, terutama karena belajar mengemudi dengan truk seperti ini. Beliau tunjukkan posisi mesin yang sebagian nampak di dalam kabin dan juga tuas transmisi serta tranfercasenya yang tertanam di lantai kabin. Telunjuk beliau mengarah pada bulatan gardan besar pada bagian roda depan yang menguatkan bahwa kendaraan ini merupakan kendaraan 4x4.
“Kami sebut sebagai truk pesek, karena moncongnya pendek. Dulu digunakan oleh pasukan Belanda saat menjajah Indonesia,” imbuh veteran Tentara Pelajar Indonesia ini. Singkatnya sejak saat itulah saya kenal truk ini sebagai Ford Canada.
Sekian waktu bergulir, apa yang melekat dalam memori saya itu ternyata tak bisa dikatakan sepenuhnya benar, namun juga tak bisa dikatakan bahwa hal tersebut salah.
Truk yang punya nama lengkap sebagai Canadian Military Pattern (CMP) ini ternyata tidak hanya diproduksi oleh Ford, namun juga dibikin oleh General Motors dengan menyematkan emblem Chevrolet.
Sesuai dengan namanya Canada, truk ini dibuat di Kanada dalam jumlah besar dan berbagai ragam varian dari tahun 1940 hingga 1945. Truk ini bukan dibuat khusus untuk militer Kanada, melainkan dibuat atas pesanan Angkatan Darat Inggris.
Asal muasal dibuatnya truk ini tak lain merupakan sebagian reaksi kekhawatiran Inggris atas meningkatnya aktifitas militer Jerman paska naiknya Hitler dan partai Nazi pada 1933. Salah satu poin untuk memperkuat pasukannya, dengan membuat alat angkut pasukan dan perangkat perang berupa truk. Angkatan Darat Kanada diajak berembuk untuk pembuatan truk ini, karena sebelumnya punya sejarah kerjasama dengan Inggris pada Perang Dunia I.
Pihak Kanada membuat rancangan dasar yang mengacu pada spesifikasi yang diajukan oleh Inggris. Singkat cerita, rancangan tersebut rampung dan dikeluarkanlah tender pengadaan dan produksi. Muncul dua nama dari pabrik mobil asal Amerika di Kanada yakni Ford dan General Motors. Kedua pabrikan asal Amerika Serikat itu kemudian ditunjuk sebagai tulang punggung pengadaan CMP. Ya, Kira-kira kisahnya seperti Willys dan Ford dalam pengadaan kendaraan ringan 4x4 untuk keperluan militer Amerika Serikat.
Walaupun banyak persamaan antara keduanya, namun ada perbedaan yang mencolok pada mesin yang digunakan. CMP besutan Chevrolet mengandalkan mesin bensin 6 silinder, segaris, 3.500 cc, 85 dk, sementara Ford menjejalkan bongkah mesin V8, 3.900 cc, yang berdaya 10 dk lebih besar. Kedua mesin ini diakurkan dengan girboks 4 percepatan dan tranfercase part-time 2 speed.
Truk CPM masuk dalam peta Perang Dunia II tak lama setelah perang besar tersebut meletus pada 1 September 1939 dan menjadi memperkuat pasukan Inggris.
Kiprah CMP di perang dunia semakin nyata. Disebutkan bahwa di atas truk ini angkatan perang Inggris melakukan perlawanan sengit terhadap Jerman di bawah pimpinan Jendral Erwin Rommel di Afrika Utara. Dengan mudah truk ini melakukan pemindahan pasukan hingga senjata berat milik Inggris yang membuat sang jendral yang berjuluk rubah gurun tersebut, frustasi.
Pada perkembangannya, CMP tak hanya digunakan oleh Inggris semata, namun mulai dibagikan pada pasukan Sekutu termasuk Belanda yang membawanya ke Indonesia. Truk ini melegenda di hampir semua kancah perang yang diikuti Sekutu.
Uniknya Amerika tidak tercatat secara resmi sebagai pengguna truk ini, namun justru Soviet yang mendapatkan ’hadiah’ CMP sebagai bentuk bantuan perang saat hubungan Berlin dan Moscow tak lagi serasi.
Salah satu ciri khas dari CMP adalah posisi setir di sebelah kanan seperti yang berlaku di Inggris.