OTODRIVER - Setidaknya dalam satu bulan terakhir, sejumlah kecelakaan tabrak belakang terjadi di sejumlah wilayah. Baik di dalam jalur bebas hambatan maupun di jalan arteri. Korban yang muncul mulai dari kondisi luka-luka sampai meninggal dunia.
Banyak dari kejadian tersebut ada yang malam hari maupun di saat matahari dalam kondisi terang benderang. Dan menabrak bagian belakang truk merupakan kejadian yang mendominasi kasus nahas itu.
Seperti sebuah truk yang melaju dari arah Semarang menuju ke arah wilayah Tegal di jalur tol Trans Jawa Km 346 beberapa waktu lalu (1/10). Kecelakaan ini menyebabkan Kapolres Boyolali, Ajun Komisaris Besar Muhammad Yoga Buana Dipta Ilafi, meninggal dunia (6/10) setelah dirawat di RS Telogorejo, Semarang.
Dua penumpang lain dalam kecelakaan itu juga meninggal dunia di lokasi kejadian.
Sebelumnya di kota Makassar, tepatnya di jalur tol AP Pettarani, Makassar, (25/9), yang melibatkan SUV mewah menghantam bagian belakang sebuah truk trailer yang mengangkut kontainer.
Kejadian di malam hari itu menewaskan dua penumpangnya.
Lalu bagaimana mengantisipasi dari keberadaan truk-truk itu?
Sony Susmana, Senior Instructor dari SDCI-Safety Defensive Consultant Indonesia, saat dihubungi pekan ini (8/10). Menyebutkan setidaknya ada dua hal yang harus dipahami oleh semua pengendara ketika melihat ada truk di depannya.
“Pertama, keselarasan kecepatan kendaraan di jalan yang tidak sesuai, sering ditemukan under atau overspeed yang berpotensi fatality. Banyak pengandara malah melakukan kesalahan dengan cara mendahului tapi dari sisi kiri yang notabene lajur yang lebih lambat,” ungkapnya.
Keputusan tersebut nyata sangat berbahaya akan menghadapi lambannya pergerakan dari banyak kendaraan angkut barang, terlebih dengan muatan yang penuh atau berlebih. Diingatkan lagi oleh Sony, kondisi lebih berbahaya pada truk yang melaju di bawah kecepatan yang dibenarkan saat berada di jalur bebas hambatan.
Hal kedua, yang masih banyak diabaikan oleh pemegang kendali setir kendaraan yang berada di belakang truk adalah soal blind spot. Pramudi truk tersebut jelas tidak bisa mengetahui posisi dan arah laju kendaraan lain yang bergerak dari arah belakang.
Sony juga kembali menghimbau ke setiap pengemudi saat melaju di malam hari dari menghadapi truk yang searah perlu meningkatkan kewaspadaannya. Apalagi terlalu banyak truk yang tidak dilengkapi peranti pandu penerangan yang memadai.
“Jangan lupa juga, kontrol kecepatan yang sesuai dengan aturan lalu lintas, dan jaga jarak terhadap posisi truk ataupun bus,” wantinya lagi.
Waspada gerak ‘membuang’
Dalam kesempatan terpisah (25/4), Dharmawan Edy Susanto, VPC CBU Sales Operation PT DCVI, juga menyarankan untuk menghindari secara aman bagian belakang truk. Terlebih jika truk yang dihadapi membawa gandengan.
Termasuk juga jika menghindari sisi berlawanan dari rangkaian truk maupun bus saat di jalur berbelok.
Karena pada sisi itulah yang sangat berpotensi akan ‘membuang’ alur gerak kendaraan lainnya. “Misalnya truk akan belok ke kiri maka sisi kanan belakang akan menutup gerak kendaraan dari belakang, atau kalau ada yang sudah berada di sisi kanan maka pengemudi harus lebih hati-hati agar kendaraan di sisi kanan itu tidak ‘terdorong’,” jabar Dharmawan.
Hal diutarakan tersebut adalah pengingat bagi pemakai kendaraan yang lebih kecil, termasuk pemotor, bahwa ada ‘kelemahan’ dari sebuah gerak laju bus maupun truk yang patut diwaspadai yaitu, lagi-lagi, potensi blind spot di seputaran kendaraan besar seperti truk maupun bus.
Blind spot merupakan titik buta atau tidak terlihat oleh pramudi dari posisi duduk mereka melalui penglihatan langsung lewat spion ataupun jendela.
”Setidaknya bagi pemakai jalan lain untuk menghidari bagian paling belakang, jika sudah berada di posisi samping truk ataupun bus segera memperkirakan jarak aman dengan bodi mobil atau posisi motor Anda jangan kurang dari satu meter. Kalau bisa atur jarak lebih jauh lagi, karena wilayah itu sangat berbahaya,” wanti Dharamawan yang jadi penanggung jawab pelatihan mengemudi bagi pramudi truk maupun bus Mercedes-Benz di Indonesia itu.
Jalan tol dilewati ‘semua’ kendaraan sesuai regulasi
Dalam kesempatan terpisah (29/6) Catur Wibowo, instruktur DSTC-Defensive & Safety Driving Consulting, juga memohonkan perhatian serius kepada semua pengemudi untuk punya kesadaran penuh akan kondisi jalan sedang dilewatinya.
Terlebih untuk jalur bebas hambatan atau jalan tol. “Bahwa jalan bebas hambatan di Indonesia punya karakter yang berbeda dibandingkan jalan serupa di banyak negara lain. Taruhlah seperti Autobahn di Jerman yang menyediakan ruas-ruas jalan tertentu yang bisa dilalui dengan kecepatan nyaris tanpa batas,” wantinya juga.
“Sedangkan tol di Indonesia masih berbayar, sehingga agar adil oleh semua pihak, diberlakukan rambu larangan dan himbauan soal batas kecepatan ataupun larangan melintasi bahu jalan,” sebut Catur menegaskan.
Penggiat kegiiatan outdoor dan off-road itu juga menyebutkan soal kepedulian terhadap batas kecepatan maksimal dan minimal di jalan tol.
“Kemudian jalur kanan yang hanya untuk mendahului. Tidak boleh melaju di bahu jalan, kecuali emergency car atau mobil-mobil khusus yang boleh diskresi sesuai peraturan dan masih banyak aturan aturan lain,” jabar Catur lebih lanjut.
Dari sejumlah kejadian tabrak belakang, menurut Catur, setidaknya juga ada dua hal yang bisa jadi pengingat semua pengendara. Apalagi kalau bukan mematuhi batas kecepatan serta memanfaatkan lajur jalan yang sesuai dengan kecepatan laju kendaraan.
“Dua hal itu kelihatannya sederhana , tapi mematikan jika diabaikan,” wanti pria yang bermukim di kota Bandung itu.
Jangan sok jago di jalan tol
Uraian dari Catur tadi juga senada dengan harapan dari Sony Susmana dalam kesempata yang berbeda (29/6), “Di setiap ruas jalan tol ada aturan batas kecepatan kendaraan, masing-masing ruas rambunya berbeda-beda tergantung lokasi, lebar jalan, dan kepadatan kendaraan yang melintas.”
Dari sudut pandang itu, pria yang juga pernah menggeluti kegiatan slalom itu menegaskan kalau ‘tidak ada aturannya’ kalau saat jalan tol boleh dipakai untuk ngebut.
“Sekalipun dilakukan pakai mobil dengan embel-embel ‘sport’,” sergahnya sembari menyebut bahwa di sirkuit adalah lokasi paling pas untuk adu kecepatan.
Ia juga mengingatkan bahwa kelirunya sebuah asumsi kalau mengemudi dengan kecepatan tinggi di jalur tol lebih ‘aman’ kalau dilakukan malam hari adalah kesalahan fatal.
“Nggak ada rumusnya ‘hafal’ kondisi jalan, karena pasti berubah-ubah situasinya sekalipun di waktu yang sama,” pungkasnya. (EW)