OTODRIVER - Semakin berkembangnya mobil listrik di dunia, ke depan pastinya banyak baterai lithium ion besar yang sudah habis masa pakainya dan perlu dibuang.
Dikutip dari Autocar Senin (4/9), baterai yang dipasang ke electric vehicle (EV) hari ini akan mencapai akhir masa pakainya dalam 10-15 tahun. Dengan keadaan tersebut, pada tahun 2030 Eropa akan mendaur ulang 420.000 ton bahan baterai per tahun.
"Elektromobilitas hanya dapat terjadi dalam jangka panjang jika tersedia bahan mentah yang cukup untuk produksi baterai. Daur ulang memainkan peran penting di sini, dan membantu menghasilkan produk kami secara berkelanjutan. Kami menggunakan kembali apa yang kami gunakan, dan kami memulihkan bahan mentah,” kata Dr Stefan Hartung, ketua dewan manajemen Bosch.
Bosch sendiri telah mengembangkan sebuah “kit” untuk mengatasi hal ini dan telah memasok Battery Lifecycle Company dengan sistem untuk melepaskan kemudian membongkar baterai dalam proses yang sepenuhnya otomatis.
Namun, hal ini akan mengancam pembuatan pabrik baterai lokal. Di mana, Indonesia memiliki sumber cadangan nikel besar yang menjadi incaran dunia. Dampak ini mungkin akan dirasakan setelah komponen baterai EV dari Asean masuk ke Eropa. Ketika sudah terkumpul, Eropa akan mengambil sisa inti dari baterai bekas untuk kemudian dijadikan resources dan diproses menjadi bahan baku baterai sendiri.
"Saat Eropa sudah merasa bahan bakunya cukup, dia akan memproduksi baterai sendiri dengan me-resycle baterai bekas. Kita memang masih punya waktu sampai saat ini. Tapi ketika waktu itu sudah datang, bisa jadi impor dari prekusor, katoda, battery pack, dari Indonesia jadi akan berkurang," ujar Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM, Nurul Ichwan beberapa waktu lalu.
Ia berharap nantinya, Indonesia dapat membuat market dan recycle baterai listrik sendiri yang dibuat bersama-sama. Sehingga bisa menjadi bagian dari market yang mandiri, mulai dari EV baterai sampai manufakturnya. (GIN)