Biosolar merupakan salah satu jalan keluar paling realistis untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor minyak bumi. Dan Indonesia saat ini sudah melangkah menggunakan campuran berbasis minyak sawit hingga 30% atau yang disebut Biodiesel B30.
Salah satu kelemahan dari biodiesel adalah sifat hygroscopic (mudah menyerap air, sehingga bakteri dapat tumbuh dan muncul semacam lumpur pada tangki bahan bakar. Keberadaan solar bercampur ‘lumpur’ inilah yang membuat kendaraan mogok lantaran material lumpur menyumbat aliran solar ke mesin.
Kondisi inilah yang menjadi momok bagi pengguna mesin diesel lawas yang spesifikasi dan kondisinya tidak dirancang untuk mengasup biodiesel.
Salah satu trobosan yang dilakukan PT Hino Motor Sales Indonesia (HMSI) untuk mengantipasi kondisi tersebut adalah dengan memasangkan satu alat yang disebut dengan Strainer.
Perangkat berbentuk botol terbuat dari bahan plastik tembus pandang ini dipasangkan antara tangki bahan bakar dan filter solar. “Strainer berfungsi untuk mencegah lumpur untuk sampai ke filter solar atau ke pompa bahan bakar,” terang Irwan Supriyono, Senior Executive Officer After Sales HMSI.
“Strainer menyedot solar ‘lumpur’ dan memecah gumpalan lumpurnya dengan metode cyclone pada suatu bagian alat ini yang berbentuk seperti kincir yang berputar karena adanya aliran solar dari tangki menuju mesin,” jelasnya.
“Solar dengan lumpur yang sudah terurai tadi kemudian disaring dengan filter stainless steel, sebelum kemudian dialirkan ke mesin,” imbuhnya.
Berdasarkan klaim Hino, perangkat ini mampu memperpanjang usia filter solar hingga dua kali lipat, sehingga mampu memangkas biaya operasional berupa filter dan jasa penggantiannya.
“Perangkat ini bebas perawatan dan dapat digunakan seumur hidup kendaraan. Harganya pun cukup terjangkau, di kisaran Rp 1 juta sudah termasuk pasang,” lanjutnya.
Irwan menambahkan bahwa perangkat ini sebenarnya sifatnya universal dan dapat dipasang di unit apapun. Namun ia menegaskan, bahwa strainer merupakan hasil inovasi Hino Indonesia.