Pada 1925, Edgar A. Walz, Jr menciptakan lampu sein modern seperti yang kita lihat saat ini. Temuannya berupa sistem sederhana yang membuat lampu dapat berkedip.
Pada awalnya lampu sein berwarna putih untuk bagian depan dan pada bagian belakang dibuat menyatu dengan lampu belakang (taillight) dengan warna merah. Hingga tahun 50-an, muncul inovasi dengan hadirnya warna jingga (Amber, menurut orang Amerika) untuk lampu sein pada mobil-mobil Eropa seperti mobil-mobil dari Volvo atau merek Jerman.
Pada 1963, regulasi di Jerman dan beberapa negara di Eropa Barat lainnya mulai menetapkan bahwa warna lampu yang dipergunakan sebagai lampu sein berwarna orange baik untuk depan maupun bagian belakang .
Hal ini sedikit berbeda dengan otoritas di Amerika Serikat yang tetap mempertahankan lampu sein belakang berkelir merah, bahkan sampai saat ini dan digunakan oleh merek lokal dari General Motors, Ford ataupun Chrysler Group.
Seperti dilansir oleh anythingmotor.com, regulasi di Amerika pada 1968 memberikan kelonggaran untuk warna lampu sein belakang apakah berwarna orange (amber) atau tetap merah.
Secara teori, pedar warna jingga akan lebih terang dibandingkan dengan warna merah dan perbedaan warna yang ada dapat dengan mudah dibedakan sehingga dari jarak jauh kedip lampu sein dapat dengan mudah ditengarai. Selain itu warna jingga memiliki kecepatan rambat cahaya lebih cepat dan pedar cahayanya tegas serta mampu mengusik mata.
Sebuah studi yang dilakukan oleh National Highway Traffic Safety Administration (NHTSA) di AS pada tahun 2008 kembali menguatkan bahwa lampu sein berwarna jingga memberikan efek positif dalam keselamatan berkendara. Warna ini 28% lebih mudah didentifikasi dibandingkan lampu merah.
Sedangkan Indonesia menjadi negara yang menganut sistem lampu sein berwarna jingga. Walau sempat beberapa produk seperti Opel Blazer edisi awal masih menggadopsi sistem sein ala mobil Amerika dengan warna cahaya merah.