Mercedes-Benz punya tautan sejarah yang panjang dalam dunia transportasi Indonesia khususnya kendaraan komersial. Salah satunya hadir dari sosok truk L-Series yang sohor dikenal di tanah air dengan sebutan Mercy Bagong.
Julukan ‘Bagong’ diyakini muncul dari bentuk muka truk tersebut yang membulat dengan sepasang lampu utama yang membuatnya nampak bagaikan wajah tokoh wayang punakawan tersebut.
Di negeri asalnya, Jerman, truk ini disebut sebagai Kurz motorhaube (Short Bonnet) yang merupakan truk dengan layout konvensional (mesin berada di depan kabin) yang dikategorikan sebagai truk kelas menengah. Selain wajahnya yang ‘aneh’ truk ini punya ciri dengan tiga bilah wiper dan sepasang sungut antena yang ditanam di bagian overfendernya. Sungut seperti antena ini, berfungsi untuk membantu pengemudi untuk melakukan estimasi jarak terutama saat truk masuk ke jalanan yang relatif kecil.
Kehadiran truk ini di Indonesia terjadi pada era 70-an, bersamaan dengan didirikannya PT Star Motor sebagai Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) sekaligus perakitan ‘three pointed star’ di Indonesia. Sebenarnya truk ini mulai diperkenalkan di pasar dalam negeri Jerman sejak 1959, oleh berbagai hal, kehadirannnya terlambat belasan tahun sampai di tanah air.
Saat dihadirkan di Indonesia, truk yang masuk dalam wujud CKD ini mendapatkan sambutan positif. Salah satu yang jadi daya tariknya adalah, keiritan bahan bakarnya dibandingkan dengan truk dengan layout sama asal Amerika Serikat bermesin bensin yang rakus bahan bakar. Faktor irit ini pun mampu menutup mata pasar saat itu, tentang kinerjanya yang lambat dan tarikannya kurang kuat.
Pada awalnya truk ini dibekali dengan mesin OM312, 4.850 cc dengan daya 100 hp. Namun pada tahun 1964 mesin yang dirasa underpower tersebut digantikan oleh mesin OM352, 6 silinder inline, 5.700 cc, direct injection. Kinerja membaik dengan kemampuan menghimpun daya 110 hp. Kemudian di akhir 60-an mesin ditingkatkan outputnya menjadi 126 hp/2800 rpm dan torsi 375 Nm/1500 rpm.
Walau bertenaga pas-pasan, namun berkat racikan rasio transmisi yang tepat menjadikan truk ini mampu dibebani dengan muatan yang sangat berat. Selain itu mesinnya pun tergolong bandel, tidak mudah overheat dan tentunya irit sehingga langsung jadi buah bibir di kalangan pengusaha dan supir truk saat itu.
Hal lain yang mendukung kesuksesan Si Bagong ini adalah kelenturan sasis yang memberikan kontribusi pada traksi ban yang lebih baik sehingga truk ini seolah tidak pernah kehilangan cengkeraman di berbagai kondisi jalan. Kelebihan lain dari sasisnya adalah kuat, kokoh dan tidak mudah retak.
Masa edarnya di Indonesia rampung di pertengahan 80-an dan walaupun saat ini sudah tergolong uzur, namun sesekali truk masih sering dijumpai di jalanan dengan berbagai tugas yang diembannya.
Walau sudah jadi sejarah, namun ternyata sampai saat ini Si Bagong masih diproduksi oleh Iran Khodro Diesel Company dengan nama Khawar.