OTODRIVER – 2025 boleh dibilang sebagai tahun penentuan bagi pabrikan kendaraan listrik maupun hibrida asal Asia.
Karena setelah pemerintah Tiongkok memerintahkan untuk dihentikannya perang harga maka sesegera itu juga banyak pabrikan yang kemudian malah ambil langkah untuk investasi tambahan buat pengembangan produk sampai pembangunan unit produksi baru.
Tidak lain hal itu dilakukan agar pabrikan bisa tetap hadir dengan produk termutakhir sekaligus harga yang tetap kompetitif. Salah satu pilihan yang banyak ditempuh oleh sejumlah pabrikan bisa sodorkan produk termutakhir dengan jumlah produksi yang maksimal.
Vinfast merupakan satu dari sekian banyak produsen mobil listrik Asia yang terus menggelontorkan anggaran besar untuk intensifikasi perusahaan. Meskipun harus menghadapi kerugian dari sisi pendapatan, seperti dikutip dari Reuters (4/9), tercatat 812 juta dolar AS atau setara Rp13 triliunan di akhir kuartal kedua tahun ini.
Catatan kerugian itu naik 15 persen dibandingkan periode kuartal pertama 2025. Meski begitu dari sisi pemasukan naik 1,9 persen.
Selain itu jumlah kendaraan yang terkirim ke pembelinya juga naik 172 persen atau setara 35.837 unit dimana serapan pasar Vietnam masih mendominasi besaran ini.
Selama semester pertama 2025 sudah dibukukan pengiriman ke pembeli sebanyak 72.167 unit, target tahun ini sebanyak 200.000 unit. Oleh pihak Vinfast disebutkan bahwa normalnya untuk paruh pertama tahun berjalan penjualan sudah di besaran 30 persen dari rathet tahunan.
Vinfast masih optimis dengan kondisi sampai akhir tahun meskipun di pertengahan tahun ini pasar mobil listrik dunia sedang berkontraksi. Optimisme itu didukung oleh adanya permintan unit yang tinggi dari Indonesia, Filipina, India, dan area Amerika Utara. Tentu saja termasuk demand dari Vietnam sendiri.
Pihak pabrikan yang bermarkas di Hai Phong, Vietnam, dan punya pusat kendali keuangan di Singapura itu juga meyakini bahwa target tahun ini bisa dipenuhi.
Bukan hanya itu, pendiri Vinfast, Pham Nhat Vuong, juga telah mencanangkan investasi tambahan sebesar 1,5 miliar dolar AS atau lebih dari Rp24 triliun untuk pengembangan perusahaan di berbagai sektor.
Tahun ini telah diselesaikan unit produksi yang ada di India, untuk pabrik yang ada di Indoensia sedang dalam proses pengerjaan serta direncanakan bisa beroperasi akhir tahun 2025. (EW)









