Minyak rem merupakan sarana vital dari sebuah kendaraan. Media ini merupakan ‘darah’ bagi sistem kerja rem yang menggerakkan mekanisme pengereman.
Umumnya, rem menggunakan minyak rem dengan standar DOT 3 dan DOT 4. Tak jarang minyak rem harus bekerja di temperatur tinggi dan oleh karenanya maka bahan yang digunakannya harus mampu tetap bekerja pada suhu tinggi. Semisal DOT 3 punya titik didih (boiling point) 237?C dan DOT4 di 265?C.
Sayang sekali, material yang digunakannya yakni gycol memiliki sifat higroskopis (menyerap air). Kondisi ini semakin diperburuk oleh kelembaban iklim tropis Indonesia yang mencapai 60-80%.
“Kadar air yang muncul hanya sekitar 3%, meski demikian mampu menurunkan titik didih minyak rem secara signifikan hingga 100?C. DOT 3 menjadi 140?C (DOT3) dan 155?C (DOT4) jika terkontaminasi air,” jelas Peter Dionisius, Product Development PT Autochem Industri pemegang merek Prestone.
“Dengan anjlognya titik didih minyak rem itu, maka merosot pula performa pengereman. Pada saat menyentuh titik didihnya,maka sebagian minyak rem akan berubah wujud jadi gas dan terjadilah rem blong karena sifat gas tidak bisa dimampatkan sehingga rem kehilangan tekanan,” imbuhnya. “Karena itu minyak rem harus diganti secara berkala, setidaknya satu tahun sekali atau tiap 20 ribu kilometer,” sambungnya.
Berdasarkan data National Highway Traffic Safety Administration (NHTSA), dari sekian penyebab rem blong, overheat pada minyak rem yang jadi penyebab terbesarnya. Oleh sebab itu minyak rem dirancang sedemikian rupa untuk bisa bekerja di suhu ekstrim. Semisal rem dengan spek DOT 3 punya titik didih dalam kondisi baru atau dry boiling point 237? C , sedangkan DOT 4 265?C.
Sebenarnya terdapat spesifikasi yang punya titik didih jauh di atas yakni DOT 5 yang berbasis silikon. Namun bahan ini punya perangkat khusus yang beda dengan dua spesifikasi lainnya dan sebenarnya baik DOT 3 dan DOT 4 masih mumpuni untuk kinerja berat rem, asal diperhatikan kondisinya.