Dalam kesempatan first drive Mitsubishi Outlander PHEV 2018 di Prancis pada pertengahan Juni lalu, OtoDriver bisa lebih dekat dengan SUV ramh lingkungan tersebut. Maka langsung saja kita bedah teknologi propulsi PHEV ramah lingkungan yang dimilikinya. Mesin yang diusungnya bukan lah hybrid yang sering kita dengar.
PHEV sebenarnya mobil listrik yang dibekali mesin sebagai generator. Artinya, kalau biasanya mesin konvensional mendominasi untuk pergerakan, kali ini mesinnya nyaris 100% hanya untuk mengisi ulang baterai agar bisa menggerakan motor listrik sebagai penggerak di kedua sumbu roda.
Kenapa kami bilang nyaris 100%? “Karena ketika membutuhkan akselerasi cepat, semisal di tanjakan, tenaga mesin masih dibutuhkan dan dialirkan langsung ke sumbu roda depan melalu sebuah gigi tunggal namun hanya mampu menjerit hingga 4.000-5.000 rpm saja,” bisik salah satu punggawa Mitsubishi Motors.
Memang sifatnya membantu. Ketika jalanan balik normal, kerjanya kembali ke asal yakni sebagai pembangkit listrik. Mesin terbaru yang bekerja sebagai generator berkapasitas 2.400 cc (4B12), DOHC MIVEC dan mengisi baterai pada putaran mesin 2.500 rpm.
Baterainya sendiri memiliki daya simpan 12 kwh, yang jika dipakai hingga habis tanpa charging mampu menempuh jarak hingga 54 km. Namun jika dibantu pengisian daya dari mesin generator, jika dari tangki bahan bakar penuh mampu menempuh 830 km. Baterai ini menggerakan dua motor penggerak di sumbu depan dan belakang (AWD). Untuk bagian depan terletak di samping kiri mesin dan memiliki tenaga 60 kw. Sedangkan motor belakang menghasilkan tenaga listrik 70 kw. Kedua motor ini dipantau ECU yang bisa mengurangi persentase kerjanya jika terjadi kondisi emergency.
Outlander PHEV memiliki 3 mode mengemudi. Pertama EV Drive. Posisi ini motor bekerja hanya ditenagai baterai lithium-ion. Berikutnya hybrid mode, di mana mesin akan bekerja menghasilkan listrik untuk dikirim ke baterai jika sudah dibawah 65%. Berikutnya adalah parallel hybrid. Sistem akan memilih mode ini jika kita membutuhkan akselerasi dengan bantuan mesin. Ketiga mode ini bisa bekerja otomatis disesuaikan dengan kondisi.
Salah satu cara pengisian baterai juga menggunakan sistem regenerative braking. Ketika melakukan pengereman, energi yang keluar diubah menjadi listrik yang disimpan ke baterai. Selain itu, jika tuas di kabin diposisikan ke B, engine braking bisa dilakukan manual dan ini pun merupakan salah satu cara regenerative untuk penambahan listrik ke baterai.
Untuk sistem charging, beberapa negara memang berbeda. Sebagai contoh, di Jepang bernama CHAdeMO. Cara kerjanya selain mengisi baterai juga mengambil listrik dari baterai (discharging). Pengisian baterai dari kosong sampai 80% hanya membutuhkan 25 menit dengan opsi fast charger. Sedangkan dengan listrik rumah, dengan keluaran 3,5 kwh membutuhkan 4 jam untuk mengisi baterai penuh.
Uniknya baterai PHEV ini juga bisa menyuplai balik listrik ke rumah sebesar 1.500 watt untuk keperluan rumah tangga. Mereka menamakannya V2H (Vehicle to Home). Jika baterai penuh dan dipakai untuk keperluan reguler, baterai mampu menghidupkan kebutuhan rumah tangga hingga 5 hari ke depan.